Bisnis.com, JAKARTA - Serikat pekerja menolak aturan kemasan polos rokok dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena berisiko mematikan industri tembakau.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI), Sudarto menolak aturan untuk menghilangkan identitas merek dari kemasan rokok.
Menurutnya, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek merupakan pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Identitas merek yang telah mendapatkan sertifikat HAKI merupakan bentuk perlindungan hukum pada pelaku usaha untuk melindungi produk dan identitas mereknya.
"Aturan kemasan rokok tanpa identitas merek ini tidak hanya mengancam industri rokok, tetapi juga pada sektor tembakau yang berkaitan mulai dari hulu yaitu petani tembakau dan cengkih serta pekerja, hingga hilirnya yaitu pedagang ritel," kata Sudarto dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
Dia menambahkan Kemenkes telah melakukan modifikasi terhadap Rancangan Permenkes tersebut, tetapi tidak mengakomodasi masukan dari serikat pekerja dan tetap mendorong klausul penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Sebelumnya, FSP RTMM–SPSI telah melakukan aksi unjuk rasa dan akhirnya diterima untuk berdiskusi di kantor Kemenkes. Pihaknya sudah memberikan penjelasan terkait dampak yang akan dihadapi oleh pekerja tembakau jika penyeragaman terhadap kemasan rokok diberlakukan.
Baca Juga
Namun, lanjutnya, Kemenkes tetap memasukkan pasal–pasal yang mewajibkan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Dalam rancangan terbaru, kemasan rokok seolah diperkenankan menuliskan merek dan mencantumkan logo.
Hanya saja, identitas merek seperti huruf, warna, dan berbagai ciri khas lainnya diwajibkan untuk diseragamkan sehingga tidak ada pembeda antara satu merek dengan merek lainnya.
Sudarto menegaskan bahwa aturan ini sangat dipaksakan dan terburu–buru dalam proses formulasi, terlebih saat pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang baru dilantik beberapa hari ini.
“Aturan ini justru akan menekan ekonomi sektor pertembakauan hingga ancaman pemutusan hubungan kerja [PHK] yang besar,” ujarnya.