Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Hiraukan Hasil Pilpres, Korea Selatan Akan Lanjut Investasi di AS

Pemerintah Korea Selatan menegaskan bahwa siapapun yang memenangkan pemilu, Amerika Serikat akan tetap menjadi mitra ekonomi dan keamanan utama.
Bendera Korea Selatan. / Edarabia
Bendera Korea Selatan. / Edarabia

Bisnis.com, JAKARTA — Korea Selatan akan menjaga hubungan yang kuat dengan Amerika Serikat, terlepas dari hasil pemilu bulan depan. Negeri Ginseng juga akan mencari peluang dalam persaingan yang sedang berlangsung antara Washington dan Beijing.

"Siapa pun yang memenangkan pemilu ini, Korea dan Amerika Serikat [AS] adalah mitra ekonomi dan keamanan utama, jadi kami akan terus berinvestasi dan bekerja sama satu sama lain, yang merupakan win-win solution bagi keduanya," kata Menteri Keuangan Korea Selatan Choi Sang-mok dalam wawancara dengan Bloomberg di Washington, AS, dikutip pada Jumat (25/10/2024).

Choi mencontohkan investasi perusahaan Korea Selatan di pabrik semikonduktor dan baterai Amerika. Dia juga menyinggung pelemahan won Korea baru-baru ini dan mengatakan para pejabat mengawasi mata uang tersebut dengan cermat.

Pemungutan suara di Amerika—yang kini tinggal kurang dari dua pekan lagi—menambah ketidakpastian yang membebani pemerintah di Seoul. Terlepas dari apakah Donald Trump atau Kamala Harris yang menang, sebagian besar perusahaan di Korea Selatan memperkirakan hambatan perdagangan akan meningkat, sehingga semakin sulit bagi mereka untuk mempertahankan target pendapatan.

Trump, calon presiden dari Partai Republik, telah berjanji untuk meningkatkan tarif terhadap China, mitra dagang utama Korea Selatan. Sementara itu, Harris mengupayakan pajak perusahaan yang lebih tinggi yang dapat membebani permintaan impor dari produsen asing.

Mantan presiden tersebut secara khusus mengkritik kebijakan di bawah pemerintahan Biden yang menawarkan subsidi kepada bisnis yang mengurangi ketergantungan pada China dan meningkatkan produksi di AS. Penerima manfaat berdasarkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi termasuk perusahaan-perusahaan besar Korea Selatan seperti Hyundai Motor Co.

Secara terpisah, Samsung Electronics Co. adalah penerima miliaran dolar untuk pabrik semikonduktornya yang dibangun di Texas berdasarkan Chips Act, salah satu upaya utama AS yang mengorbankan sejumlah investasi asing di China.

Choi mengatakan, persaingan AS-China adalah sumber peluang dan risiko, dan cara untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan diplomasi. Jika AS akhirnya memperketat pembatasan terhadap perusahaan-perusahaan Korea Selatan setelah pemilu, Choi mengatakan Seoul akan melakukan apa yang mereka bisa.

"Kami akan melakukan upaya maksimal dengan menggunakan kapasitas diplomasi kami untuk meminimalkan beban aktivitas bisnis kami di AS," ujarnya.

Terkait usulan tarif Trump, Choi menekankan bahwa kerangka perdagangan bebas global yang berbasis aturan adalah demi kepentingan terbaik Korea Selatan.

Trump juga menyebut Korea Selatan sebagai "mesin uang" ketika dia mengulangi permintaan agar Seoul menanggung lebih banyak biaya untuk pasukan Amerika yang ditempatkan di Semenanjung Korea. 

Merespons hal tersebut, Choi mengatakan istilah itu muncul di tengah-tengah persaingan pemilu. Dia mengatakan, hal yang akan berdampak bagi Korea Selatan adalah kebijakan yang nantinya diterapkan presiden terpilih

Hubungan keamanan dan ekonomi antara Washington dan Seoul telah menguat sejak Presiden Yoon Suk Yeol menjabat pada 2022 di tengah meningkatnya kemunculan China sebagai pesaing bisnis Korea Selatan. Hal ini telah mendorong lebih banyak investasi dan produksi Korea Selatan di AS, menambah tekanan pada won pada saat Federal Reserve (The Fed) mempertahankan suku bunganya tetap tinggi untuk memerangi inflasi.

Won sempat menembus angka 1.390 per dolar AS di Seoul pada perdagangan Jumat, level terlemah sejak Juli, setelah kehilangan sekitar 16% dalam tiga tahun terakhir. Choi, yang mengunjungi AS untuk menghadiri pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, mengatakan pihak berwenang menyadari kekhawatiran pasar bahwa won telah melemah dengan cepat dibandingkan mata uang lainnya.

"Saya sangat menyadari kekhawatiran pasar bahwa laju pergerakan won relatif lebih cepat dibandingkan mata uang lainnya. Jadi, kami memantau tren pasar dengan cermat sambil tetap waspada terhadap volatilitas mata uang," kata Choi.

Dia menambahkan, kekuatan dolar dan volatilitasnya yang lebih besar dapat berarti lebih banyak gejolak di pasar keuangan global, dan mungkin diperlukan upaya stabilisasi multilateral. 

Fluktuasi nilai tukar mata uang asing mempengaruhi segala hal mulai dari harga konsumen hingga biaya ekspor di Korea Selatan karena negara ini sangat bergantung pada impor energi, makanan, dan bahan mentah. Hal ini membuat pihak berwenang tetap waspada dan siap melakukan intervensi jika diperlukan dengan memanfaatkan cadangan devisa yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia.

Prospek Perekonomian Korsel Suram

Prospek perekonomian Korea Selatan menjadi kurang optimis pada minggu ini setelah bank sentral melaporkan produk domestik bruto hampir tidak meningkat pada kuartal terakhir. Pertumbuhan sebesar 0,1% pada kuartal III/2024 berada di bawah perkiraan para ekonom dan mencerminkan melemahnya reli ekspor pada saat suku bunga tetap cukup tinggi sehingga membebani konsumsi swasta dan aktivitas konstruksi di dalam negeri.

Ekspor adalah pendorong terbesar ekonomi yang bergantung pada perdagangan dan Bank of Korea (BOK) diperkirakan akan menurunkan perkiraan pertumbuhan tahun 2024 dari 2,4% ketika bank sentral tersebut mengadakan pertemuan untuk menentukan suku bunga bulan depan. 

Bank sentral memulai poros kebijakannya awal bulan ini dengan memotong suku bunga acuan sebesar seperempat poin persentase menjadi 3,25%, dengan alasan meredanya inflasi dan harga properti.

Ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan penurunan suku bunga akan terjadi pada November 2024 seiring dewan menilai dampak perubahan kebijakannya. Fokus pada momentum ekonomi diperkirakan akan semakin ketat seiring dengan semakin meningkatnya ketidakpastian seputar ekspor, termasuk konflik di Timur Tengah.

Tanda-tanda telah muncul bahwa lonjakan permintaan global atas chip memori, yang merupakan produk Korea Selatan paling banyak diproduksi di dunia, mulai mereda. Pengiriman semikonduktor secara riil turun pada kuartal terakhir, memberikan pukulan terhadap momentum ekspor secara keseluruhan, menurut Bloomberg Economics. Kenaikan harga untuk ekspor chip memori juga melambat bulan lalu, menurut data BOK.

"Volatilitas siklus chip adalah sebuah risiko. Data ekspor terbaru menunjukkan bahwa bergantung pada sektor eksternal untuk pertumbuhan adalah hal yang berisiko," ujar Associate Economist di Moody’s Analytics, Dave Chia. 

Choi mengakui ketidakpastian mengenai prospek ekspor semakin meningkat dan mengatakan pemerintah sedang mencari cara untuk meringankannya. Namun, konsumsi swasta sudah pulih dan akan mendapat dorongan lebih lanjut dari penurunan suku bunga BOK pada Oktober 2024.

Dia menambahkan, sektor konstruksi juga harus bangkit dari keterpurukan untuk membantu perekonomian tumbuh sesuai proyeksi.

Choi menjelaskan, Korea Selatan pada dasarnya adalah negara yang hidup dari ekspor. Pada era keamanan ekonomi saat ini, sulit untuk bekerja sama dengan negara-negara yang tidak memiliki kerja sama keamanan. 

"Karena hubungan AS-Korea didasarkan pada aliansi keamanan, kerja sama teknologi tinggi antara bisnis mereka di bidang chip, kecerdasan buatan, dan ruang angkasa akan tumbuh lebih kuat di masa depan," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper