Bisnis.com, JAKARTA - Pekerja di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Grup Sritex (SRIL) mengaku khawatir dengan putusan kepailitan perusahaan di PN Niaga Semarang. Hal ini dapat berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) 15.000 karyawan.
Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Sritex Group Slamet Kaswanto mengatakan, saat ini pekerja di SRIL tercatat sebanyak 15.000 pekerja, sudah berkurang dari sebelumnya 20.000 sebelum efisiensi tahun ini terjadi.
"Kalau misalkan ini terjadi pailit dan proses pailit ini akan dijalankan oleh PN Semarang, ini dampak sosialnya yang berbahaya. Dampak sosialnya itu 15.000 karyawan akan terdampak yang akan kehilangan pekerjaan juga," kata Slamet saat dihubungi Bisnis, Kamis (24/10/2024).
Menurut Slamet, pesanan dan output produk baru dari empat pabrik yang dimiliki Sritex masih terus berlangsung. Kendala utama dari perusahaan yakni terkait cashflow dan piutang kepada kreditur.
Pada 2022 lalu, proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) telah dilakukan. Namun, dia menyebut terdapat salah satu kreditur yang keberatan terhadap proses perdamaian tersebut sehingga berujung gugatan pembatalan perdamaian dan PKPU.
"Kami masih berusaha bagaimana caranya agar korporasi ini masih tetap berjalan kemudian karyawan masih bisa melakukan kegiatan usaha bekerjanya itu. 15.000 pekerja itu dari empat perusahaan, empat pabrik," jelasnya.
Baca Juga
Dia menerangkan, dalam 1 tahun terakhir PHK yang terjadi di Sritex merupakan upaya manajemen dalam melakukan efisiensi. Sebab, beban keuangan SRIL harus distabilisasi lantaran adanya pengeluaran atas piutang.
Namun, menurut Slamet, proses efisiensi telah dilakukan dengan lancar dan perusahaan masih mampu mempertahankan 15.000 pekerjanya saat ini. Dia pun berharap dampak sosial atas pailit ini tidak terjadi.
"Harapannya kan dampak sosial terkait dengan pailit yang sampai terjadi PHK pesangon nggak jelas nantinya itu menjadi problem sendiri buat pekerja. Makanya kami berusaha semaksimal mungkin meminta ke manajemen untuk bagaimana agar menyelesaikan proses agar ini kepailitan bisa tidak terjadi," pungkasnya.
Jika dilihat dari laporan keuangan 2023, Sritex mencatatkan penjualan bersih sebesar US$325,08 juta atau setara dengan Rp5,01 triliun (kurs jisdor Rp15.439). Penjualan ini turun 38,02% dibandingkan dengan 2022 yang sebesar US$524,56 juta.
Penjualan SRIL ditopang oleh penjualan ekspor sebesar US$158,66 juta sementara itu penjualan lokal tercatat sebesar US$166,41 juta. Kedua segmen penjualan ini sama-sama turun sepanjang 2023.
SRIL mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk menjadi sebesar US$174,84 juta atau setara Rp2,69 triliun. Rugi SRIL menyusut sebesar 55,79% dibandingkan dengan rugi 2022 yang tercatat sebesar US$395,56 juta.