Bisnis.com, JAKARTA — Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan lewat aplikasi pesan Whatsapp hingga tidak adanya pembayaran pesangon menjadi serangkaian nasib pilu buruh saat ini.
Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal menuturkan bahwa pemecatan melalui WhatsApp merupakan kondisi yang terjadi pada para buruh.
Perusahaan melakukan PHK secara mendadak, bahkan hanya diberitahu lewat aplikasi Whatsapp.
“Sekarang kawan-kawan, kamu tahu nggak, di-PHK pakai WA [WhatsApp]. Orang di-PHK pakai WA,” kata Iqbal saat ditemui di area Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Iqbal tidak memberi tahu nama perusahaan yang melakukan hal tersebut, juga mekanisme PHK yang seharusnya dilakukan sebuah perusahaan.
Iqbal juga mengkritik perusahaan yang tidak membayar hak pesangon karyawan. Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini merupakan neoliberalisme.
Baca Juga
“Pesangon nggak dibayar, kemudian nggak diberitahu. Masa kamu biarkan yang kayak begini? Itu neoliberalisme,” ujarnya.
Untuk itu, dia berharap agar Presiden Prabowo Subianto membuktikan pemerintahan baru tidak menggunakan neokapitalisme dan neoliberalisme, melainkan menggunakan ekonomi Pancasila.
“Buktinya hanya satu, cabut omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja sekurang-kurangnya, di klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani,” ungkapnya.
Dia juga mengkritik adanya outsourcing di dunia kerja yang merugikan karyawan. Menurutnya, kondisi ini merupakan ekonomi neoliberal. Bahkan, dia juga menyebut omnibus law merupakan wujud nyata ekonomi neoliberal.
“Bagaimana mungkin orang, kita semua ini dikontrak terus-menerus, tanpa periode, 5 tahun memang batasnya, habis itu dikontrak lagi, itu neoliberal,” imbuhnya.
Iqbal pun berharap agar Presiden Prabowo mencabut omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
Dia menilai bahwa keberadaan omnibus law ini sangat merugikan buruh dan petani karena memberikan keleluasaan kepada pengusaha untuk memberlakukan kebijakan yang merugikan tenaga kerja, termasuk fleksibilitas kerja yang berlebihan dan minimnya perlindungan kesejahteraan.
“Kalau memang pemerintahan yang baru, tidak menginginkan ekonomi neoliberal, neokapitalis, tapi menginginkan ekonomi Pancasila, berpihak pada rakyat satu, cuma cabut omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja,” tandasnya.