Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia alias BI memberi sejumlah catatan terkait perkembangan moneter dalam Rapat Dewan Gubernur periode 15—16 Oktober 2024 atau jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa pihaknya memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6%. Ketidakpastian global hingga pelemahan rupiah menjadi sejumlah alasan BI mempertahankan BI Rate.
Perry menjelaskan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat karena konvergensi kebijakan moneter negara maju. Menurutnya, ketegangan geopolitik di Timur Tengah turut mendorong peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global tersebut.
"Inflasi global dalam tren penurunan sehingga mendorong konvergensi pelonggaran kebijakan moneter, khususnya di negara maju," jelas Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (16/10/2024).
Ke depan, menurutnya, tren penurunan suku bunga kebijakan negara maju—khususnya Amerika Serikat—diprakirakan tetap berlanjut. Oleh sebab itu, Perry menekankan perlunya kehati-hatian dalam merumuskan respons kebijakan dalam memitigasi dampak rambatan global.
Terutama, dia menekankan pentingnya kebijakan yang mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas nilai tukar. Dengan demikian, stabilitas rupiah terhadap sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Di samping itu, Perry juga mengakui bahwa terjadi pelemahanan nilai tukar rupiah. Selama Oktober ini (1—15 Oktober 2024), terjadi pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 2,82% point to point (ptp) dari bulan sebelumnya.
"Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah," katanya.
Meski begitu, dia meyakini ke depannya nilai tukar rupiah akan semakin stabil sejalan akibat menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
BI, lanjut Perry, juga akan terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneternya seperti penguatan strategi operasi pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia), SVBI (Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia), dan SUVBI (Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia).
"Untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah," ujarnya.
Lebih lanjut, BI memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan ditopang kenaikan investasi dan peningkatan konsumsi rumah tangga jelang tahun baru atau selama Kuartal IV/2024. Secara keseluruhan tahun, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2024 berada dalam kisaran 4,7—5,5%.
Agar pertumbuhan ekonomi pada 2025 bisa lebih tumbuh, Perry menyatakan berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendorong pertumbuhan baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran.
"Dari sisi penawaran, kebijakan reformasi struktural perlu terus diperkuat untuk mendorong sektor ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja," ucapnya.