Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Investasi Melambat, Target Rp1.650 Triliun Jokowi Bisa Tercapai?

Realisasi investasi dari Januari—September 2024 mencapai Rp1.261,43 triliun. Angka tersebut setara 76,45% dari target Jokowi sebesar Rp1.650,0 triliun.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Kuartal III/2024 & Capaian Investasi 10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Selasa (15/10/2024)./Youtube BKPM
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Kuartal III/2024 & Capaian Investasi 10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Selasa (15/10/2024)./Youtube BKPM

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan realisasi investasi Indonesia pada kuartal III/2024 melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Lantas, apakah target investasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp1.650 triliun bisa tercapai pada akhir 2024?

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi pada Kuartal III/2024 mencapai Rp431,48 triliun atau tumbuh 15,24% secara tahunan (YoY).

Sebagai perbandingan, realisasi investasi pada Kuartal III/2023 mencapai Rp374,4 triliun atau tumbuh 21,6% YoY. Artinya, pertumbuhan tahun lalu lebih tinggi daripada tahun ini.

Sementara itu, realisasi investasi dari Januari—September 2024 mencapai Rp1.261,43 triliun. Angka tersebut setara 76,45% dari target Jokowi sebesar Rp1.650,0 triliun.

Meski masih perlu mengumpulkan investasi kurang lebih Rp390 miliar lagi dalam waktu tiga bulan, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai BKPM masih mampu mencapai target tersebut.

Dia menjelaskan, selama tahun ini realisasi investasi terus tumbuh meski sempat terjadi perlambatan. Apalagi, sambungnya, realisasi investasi per sektor cukup konsisten dan tidak banyak berubah.

"Maka saya kira realisasi investasi di kisaran Rp1.600 triliun—Rp1.650 triliun, yang berada pada kisaran target pemerintah akan berpotensi terjadi di akhir 2024," ujar Yusuf kepada Bisnis, dikutip Rabu (16/10/2024).

Dia sendiri melihat, perlambatan pertumbuhan realisasi investasi pada Kuartal III/2024 karena kondisi perekonomian dunia yang masih loyo terutama negara mitra utama Indonesia. Dia mencontohkan China, yang selama ini menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor produk hilirisasi nikel.

Di satu sisi, sektor yang berkaitan dengan hilirisasi menjadi penyumbang utama realisasi investasi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China yang melambat membuat ekspor produk hilirisasi nikel melambat.

"Berangkat dari kondisi ini, tentu investor melakukan penyesuaian untuk menginjeksi dana investasi ke aktivitas sterilisasi nikel yang merupakan produk hulu dari hilirisasi produk nikel," jelas Yusuf.

Senada, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai target realisasi investasi Jokowi sebesar Rp1.650 triliun juga bisa tercapai meski terjadi perlambatan pada Kuartal III/2024.

Tauhid menjelaskan, BKPM hanya perlu konsisten terhadap prioritasnya terutama terkait investasi ke sektor yang berkaitan dengan hilirisasi. Meski tidak capai Rp1.650 triliun, namun dia memperkirakan realisasi investasi akan berada di kisaran tersebut pada akhir 2024.

"Masih punya peluang sih. Sedikit slowdown [melambat] tapi mungkin bisa tercapai kalau ini konsistensi kebijakan yang dilakukan oleh BKPM," ujar Tauhid kepada Bisnis, Rabu (16/10/2024).

Sementara itu, dia menjelaskan setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan investasi pada Kuartal III/2024. Pertama, investasi untuk hilirisasi yang sudah turun.

"Tahun lalu itu kan besar-besaran pada beberapa komoditas [yang dihilirisasi] terutama adalah nikel, tembaga, bauksit, timah, pembangunan smelter ya, sehingga orang lebih dulu masuk. Nah setelah itu, saya kira ini akan ada proses penurunan sedikit untuk yang smelter-smelter ini," jelas Tauhid.

Kedua, perekonomian global masih lesu. Apalagi, sambungnya, jika perekonomian negara-negara mitra perdagangan utama Indonesia belum kunjung membaik maka mereka belum akan mau menanam modal.

Ketiga, sektor-sektor primer dalam negeri seperti pertambangan, pertanian, dan lain-lain yang juga relatif lesu. Menurutnya, faktor permintaan pasar yang menurun juga mempengaruhi terganggunya sektor-sektor primer tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper