Bisnis.com, JAKARTA - Perjalanan menuju ke barat Pulau Sumatra selalu menjadi pengalaman yang melelahkan sebelum adanya bentangan Jalan Tol Trans Sumatra.
Masyarakat Sumatra Barat yang merantau ke Ibu Kota tidak ada pilihan lain jika hendak kembali ke kampung halaman. Lantunan lagu 'Kampuang Nan Jauh di Mato' terasa relevan dengan kondisi para perantau itu.
Pasalnya, kembali ke kampung halaman menggunakan moda transportasi udara menjadi barang mewah. Harga tiket pesawat terbang terpaut sangat jauh jika dibandingkan dengan transporatasi darat.
Belum lagi masih harus merogoh kocek untuk membeli tiket travel bagi para pemudik yang hendak kembali ke Bukittinggi.
Untuk itu, transportasi darat masih menjadi primadona bagi sejumlah pemudik. Selain harganya yang murah, para pemudik cenderung menyukai sensasi selama perjalanannya.
Namun, ada waktu selama 3 hari yang harus dikorbankan jika memilih bepergian dengan transportasi darat.
Hal itu juga yang diamini oleh Robby, seorang pengemudi bus yang telah malang melintang di jalur Trans Sumatra selama 1 dekade terakhir. Dia paham betul bagaimana kondisi perjalanan di Sumatra sebelum dan sesudah adanya jalan tol.
Menurutnya, kehadiran jalan tol di Pulau Andalas sangat berdampak terhadap waktu tempuh perjalan darat. Sebelumnya, jika perjalan dari Jakarta dimulai sejak pagi hari maka dibutuhkan waktu 3 hari 2 malam untuk mencapai Sumatra Barat.
Dia menuturkan, kendati jalan tol yang terbangun baru dari Bakauheni sampai dengan Palembang, dengan waktu berangkat yang sama maka hanya membutuhkan waktu sekitar 20 jam hingga 24 jam saja.
"Dampaknya [setelah ada jalan tol] ya makin banyak bus berangkat. Ongkos penumpang pun lebih murah dari pesawat," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (18/9/2024).
Kehadiran Jalan Tol Trans Sumatra, kata Robby, telah memberikan dampak berganda yang tidak hanya memangkas waktu perjalan. Dari situ, telah memberikan dampak ekonomi lanjutan lainnya.
Saat ini, para pengusaha tengah berlomba-lomba untuk membuat perusahaan bus untuk mengambil potensi dari tingginya minat penumpang ke Pulau Sumatra. Dari situ, penumpang menjadi memiliki banyak pilihan merek bus dan harga yang semakin kompetitif.
"Terbantu lah buat kalangan menengah ke bawah," ungkapnya.
Berkah dari bentangan jalan tol tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di Pulau Sumatra. Pembangunan infrastruktur yang genjar dilakukan pemerintah turut membawa dampak positif bagi masyarakat di Pulau Jawa.
Ahmad misalnya, bisnisnya sangat terbantu dengan kehadiran Jalan Tol Trans Jawa yang sudah terbangun hampir di seluruh Pulau Jawa.
Sebagai pengusaha logistik, kehadiran Jalan Tol Trans Jawa telah terbukti dapat memangkas biaya operasional dan juga waktu tempuh perjalanan secara signifikan.
Pasalnya, sebelum dioperasikannya Jalan Tol Trans Jawa, Jalur Pantura menjadi nadi bagi operasional bisnis logistik. Banyaknya titik-titik kemacetan di jalur pantura membuat ongkos operasional membengkak.
Belum lagi dengan estimasi waktu sampai dari armada-armada yang membawa paket kiriman para pelanggan yang tidak dapat diprediksi.
"Jalan Tol Trans Jawa yang dibangun Jokowi sangat berdampak positif, terutama terhadap aktivitas logisitik. Waktu tempuh dan biaya operasional sangat jauh berkurang," jelasnya.
Tidak hanya itu, kehadiran Tol Trans Jawa membuat bisnis pengiriman menjadi lebih menjanjikan. Pasalnya, kebutuhan untuk mengirimkan barang di Pulau Jawa menjadi lebih meningkat seiring dengan kemudahan yang telah hadir.
"Tol Trans Jawa sangat membawa pengaruh positif," ungkapnya.
Pembangunan Agresif Jalan Tol
Sejak dilantik pada 20 Oktober 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi), mimpi besar memangkas jarak mulai direalisasikan.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2013, Indonesia hanya memiliki jalan tol sepanjang 784.06 kilometer (KM).
Pertumbuhan jalan tol tidak terlalu signifikan pada era pemerintahan sebelumnya.
Jokowi pun akhirnya menugaskan PT Hutama Karya (Persero) untuk membangun 1.064 km Jalan Tol Trans Sumatra hingga 2024. Nantinya, Jalan Tol Trans Sumatra akan menyambungkan ujung Aceh hingga Lampung.
Pada 2015, Jokowi menandai langsung pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra pertamanya dengan peletakan batu pertama pada proyek Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar.
"Pada 2014 kita dorong betul [pembangunan] jalan tol agar semuanya tersambungkan baik Trans Jawa, Trans Sumatera, dan beberapa di Kalimantan dan Sulawesi," ujar Jokowi.
Rencana itu benar-benar direalisasikan. Jor-joran anggaran infrastruktur yang digelontorkan Presiden Jokowi telah membuahkan bentangan jalan tol sepanjang 2.816,7 km per akhir 2013.
Kementerian PUPR mencatat infrastruktur jalan tol yang terbangun telah mencakup 73 ruas jalan tol beroperasi yang tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
Secara rinci, untuk di Pulau Sumatra telah beroperasi jalan tol sepanjang 707,58 km dalam 10 tahun terakhir.
Sementara itu, jalan tol di Pulau Jawa terbagi dengan ruas Jabodetabek sepanjang 425,4 km dan Tol Trans Jawa sepanjang 980,89 km.
Pembangunan jalan tol tidak hanya terpusat di Pulau Jawa dan Sumatra. Konektivitas jalan tol juga terbangun di Pulau Kalimantan dengan jumlah panjang yang beroperasi yakni 97,27 km.
Begitu juga dengan di Pulau Sulawesi dengan jumlah panjang jalan tol yang beroperasi telah mencapai 61,46 km, sedangkan di Pulau Bali telah terbangun sepanjang 10 km.
Di sisi lain, Kementerian PUPR juga mencatat masih ada sebanyak 27 ruas jalan tol yang masih dalam tahap konstruksi dengan total panjang 1.742,55 km.
Pembangunan tersebut tersebar di Trans Sumatra sepanjang 925,55 km, Trans Jawa 185,65 km, Jabodetabek 202,18 km.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senantiasa berkomitmen mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan berkelanjutan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama periode 2014-2024, Kementerian PUPR berhasil menyelesaikan sejumlah infrastruktur guna meningkatkan daya saing dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan terdapat dua peran utama infrastruktur, pertama infrastruktur sebagai sarana produksi dan penunjang pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jalan tol, energi, dan bendungan.
Kedua, infrastruktur sebagai pemenuhan layanan dasar, seperti penyediaan air minum, jalan dan jembatan, perumahan, sanitasi, dan irigasi.
"Infrastruktur dasar sendiri merupakan modal penting untuk mendukung infrastruktur perekonomian," kata Menteri Basuki.
Di bidang konektivitas, Kementerian PUPR bersama Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) telah menyelesaikan 2.432 km pembangunan jalan tol.
“Kehadiran jalan tol yang terhubung dengan kawasan-kawasan produktif seperti kawasan industri, pariwisata, bandara, dan pelabuhan akan dapat mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri,” imbuh Menteri Basuki.