Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Peta Jalan Industri Penjaminan: A Game Changer

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024—2028.
Agung Wasono & Djonieri - Bisnis.com
Senin, 14 Oktober 2024 | 09:47
Pengunjung melihat produk UMKM di Jakarta, belum lama ini. Bisnis/Abdurachman
Pengunjung melihat produk UMKM di Jakarta, belum lama ini. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024—2028. Peta Jalan ini akan menjadi a game changer pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi nasional secara merata.

Dengan populasi terbesar keempat di dunia dan jumlah UMKM yang mencapai 65 juta, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadikan UMKM sebagai elemen kunci dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

Terlebih lagi, UMKM di Indonesia saat ini berkontribusi terhadap 61% Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% dari total tenaga kerja nasional. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran sektor ini dalam perekonomian. Sehingga, kehadiran peta jalan ini diharapkan mampu mengoptimalkan potensi tersebut.

Sebagaimana di beberapa negara lain seperti di Korea, Jepang, Malaysia, dan Thailand, perusahaan penjaminan mempunyai peran yang sangat besar dalam memberikan jaminan kepada bank bahwa UMKM sangat layak diberikan kredit.

Selama ini banyak UMKM yang feasible dan punya prospek yang bagus, tetapi masih dianggap unbankable, sehingga bank masih enggan untuk menyalurkan kreditnya kepada UMKM.

Namun, sejak diterbitkannya UU No. 1/2016 tentang Penjaminan, peran strategis industri penjaminan tersebut sampai saat ini masih belum optimal. Hal ini tecermin dari masih rendahnya kontribusi industri penjaminan terhadap PDB Indonesia yang hanya mencapai 2,6%. Sedangkan, di beberapa negara lain kontribusi industri penjaminan relatif lebih tinggi, misalnya Thailand (3,8%), Malaysia (5,1%), Jepang (7,3%), dan Korea Selatan (7,4%).

Ada beberapa sebab mengapa industri penjaminan belum berkontribusi maksimal terhadap PDB, seperti keterbatasan kapasitas permodalan, masih tumpang tindihnya peran industri penjaminan dengan industri asuransi (industri asuransi dapat melakukan penjaminan), tidak adanya lembaga penjamin ulang, keterbatasan akses terhadap sistem informasi perkreditan, kendala dalam mengeksekusi hak tagih (subrogasi), dan masih terbatasnya peran Perusahaan penjaminan kredit daerah (Jamkrida).

Program Prioritas

Untuk menjawab berbagai persoalan yang ada di industri penjaminan itulah OJK meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan pada bulan Agustus 2024 lalu. Peta jalan ini akan menjadi a game changer bagi makin kuatnya peran UMKM dalam perekonomian nasional.

Peta jalan ini akan menjadi penerang bagi industri penjamian karena mencakup beberapa program prioritas yang harus dieksekusi, misalnya peningkatan modal disetor (dari Rp100 miliar menjadi Rp250 miliar untuk lingkup wilayah nasional, dari Rp25 miliar menjadi Rp100 miliar untuk lingkup wilayah provinsi, dan dari Rp10 miliar menjadi Rp50 miliar untuk lingkup wilayah kabupaten/kota), penyesuaian aturan gearing ratio (dari 20 kali untuk usaha produktif dan 20 kali untuk usaha non-produktif menjadi 40 kali untuk total penjaminan), dan perluasan cakupan wilayah operasi bagi Jamkrida (dari sebelumnya beroperasi di satu provinsi menjadi boleh beroperasi di lebih dari satu provinsi).

Peningkatan modal, penyesuaian gearing ratio, dan perluasan wilayah operasi bagi Jamkrida merupakan kombinasi kebijakan yang akan meningkatkan portofolio penjaminan bagi UMKM secara signifikan.

Program prioritas lainnya yakni memberikan akses perusahaan penjaminan terhadap Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk memperkuat analisis risiko terhadap debitur (calon terjamin), karena selama ini perusahaan penjaminan hanya menerima risiko kredit dari kreditur (bank) tanpa melakukan analisis kelayakan terlebih dahulu.

Untuk mendukung hal ini, OJK telah mengeluarkan peraturan terbaru yakni POJK No. 11/2024 yang mengatur perluasan cakupan pelapor SLIK termasuk di antaranya adalah perusahaan penjaminan. Sehingga, perusahaan penjaminan dapat memperkuat manajemen risiko penjaminannya karena informasi terkait debitur akan semakin komprehensif.

Penguatan lainnya bagi industri penjaminan yang termaktub dalam peta jalan tersebut adalah adanya pemurnian peran antara perusahaan asuransi yang melakukan penjaminan dengan industri penjaminan itu sendiri. Sehingga, tidak terjadi tumpang tindih peran antara perusahaan asuransi dan perusahaan penjaminan.

Dalam artian, perusahaan penjaminan akan fokus untuk menjamin UMKM, salah satunya untuk mendukung program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Jika perusahaan asuransi tetap melaksanakan fungsi penjaminan, maka perusahaan asuransi tersebut harus mendirikan anak usaha penjaminan. OJK juga akan mengatur agar industri penjaminan fokus pada penjaminan untuk debitur yang unbankable tetapi feasible, sesuai fungsi yang diatur dalam UU Penjaminan.

Dengan adanya peta jalan industri penjaminan, diharapkan akan mampu meningkatkan peran industri penjaminan dalam meningkatkan kontribusi UMKM dalam kancah perekonomian nasional sehingga pembagian kue perekonomian akan makin merata di seluruh wilayah Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper