Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menperin Bantah Pembatasan Impor Lemahkan Daya Saing Manufaktur

Menperin Agus Gumiwang menilai pembatasan impor tidak selalu salah, misalnya jika diberlakukan bagi barang jadi dapat melindungi industri dalam negeri.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita - Dok. Kemenperin
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita - Dok. Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membantah restriksi atau pembatasan impor melemahkan daya saing industri manufaktur.

Ungkapan tersebut merespons anggapan bahwa industri manufaktur RI melemah lantaran kebijakan restriksi impor terhadap sejumlah komoditas dan produk. Agus mengatakan aturan restriksi impor yang diberlakukan pemerintah cenderung ditujukan untuk produk-produk jadi. Hal ini dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri.

"Jadi restriksi impor tidak melulu salah. Namun, Kebijakan yang dilakukan di Kementerian Perindustrian yang kami imposed, restriksi impornya itu adalah [untuk] barang-barang jadi," kata Agus di Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Dia mencontohkan restriksi impor itu hanya berlaku untuk pakaian hingga sepatu. Agus lantas menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah punya kebijakan restriksi impor untuk bahan baku mentah.

Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur nasional memang sedang berkontraksi selama tiga bulan berturut-turut. PMI menjadi gambaran kondisi bisnis di sektor produksi barang. PMI terus mengalami penurunan sejak April lalu, bahkan PMI terus mengalami kontraksi yaitu di bawah 50 sejak Juli.

S&P Global melaporkan PMI manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50 yakni berada di level 49,2 pada September 2024, meskipun indeks aktivitas manufaktur tersebut mengalami peningkatan tipis dari bulan sebelumnya 48,9.

Terkait hal tersebut, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief menilai kondisi PMI manufaktur yang jeblok tidak serta-merta menimbulkan deindustrialisasi. Dia mengatakan, kondisi deindustrialisasi disematkan apabila pertumbuhan manufaktur mencapai 0% atau bahkan minus, sementara industri nasional masih terus tumbuh positif.

"Menurut kami tidak tepat bahwa istilah deindustrialisasi ini disematkan pada kondisi industri manufaktur saat ini," ujar Febri kepada wartawan, Kamis (3/10/2034).

Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas atau manufaktur pada kuartal II/2024 mencapai 4,63% (year on year/YoY), masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu.

Menurut Febri, manufaktur nasional justru menunjukkan resiliensi karena pada masa pandemi pun pertumbuhannya masih berada di level 4%—5% (YoY). Dia juga menyebut, kontribusi terhadap PDB mulai menunjukkan adanya pemulihan ke level 19% (YoY), meski masih di bawah sedekade lalu 21% (YoY).

"Jadi kalau menurut kami tidak tepat. Kita sekarang kan banyak investasi misalnya di program hilirisasi nikel itu kan tumbuh sangat pesat sampai 3.000% selama pemerintahan Pak Jokowi," tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper