Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus melakukan berbagai upaya untuk menggenjot ekspor, sekaligus mengantisipasi penurunan surplus neraca dagang.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Mardyana Listyowati menyampaikan, salah satu upaya yang terus dan akan dilakukan adalah membuka akses pasar melalui perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA).
“Jadi perjanjian perdagangan baik itu bilateral, regional, maupun multilateral, itu membuka akses pasar,” kata Dyna di sela-sela Trade Expo Indonesia (TEI) 2024, Rabu (9/10/2024).
Melalui perjanjian bilateral, Dyna menilai bahwa Indonesia dapat mengurangi hambatan baik dari sisi tarif maupun non tarif. Misalnya dari sisi tarif, Indonesia dapat melakukan negosiasi untuk penurunan tarif terhadap produk-produk Indonesia yang akan diekspor ke negara tujuan ekspor.
Dengan adanya penurunan tarif, produk-produk Indonesia yang masuk ke negara tujuan ekspor diharapkan dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Kemudian dari sisi nontarif, Dyna mengharapkan adanya perjanjian perdagangan bebas dapat mengurangi hambatan-hambatan seperti standard produk.
Baca Juga
“Jadi kita mungkin berusaha membuat MRA [Mutual Recognition Arrangement atau Perjanjian Pengakuan Bersama] dengan mereka sehingga ada keberterimaan antara standar di Indonesia dengan standard negara tujuan,” tuturnya.
Tahun depan, Dyna memperkirakan kinerja ekspor Tanah Air tetap positif meski peningkatannya tak signifikan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini lantaran kondisi global yang masih tidak menguntungkan bagi kinerja ekspor Indonesia.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk fokus dari dua sisi guna menggenjot kinerja ekspor.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan, fokus pertama adalah nilai tambah barang atau komoditas ekspor.
Menurutnya, komoditas-komoditas unggulan baik sektor pertanian, perkebunan, perikanan maupun hasil tambang, harus mempunyai nilai tambah yang maksimal. Ini sejalan dengan program prioritas tentang hilirisasi.
Kedua adalah tentang pasar. Dia mengatakan, para dubes dan konsulat jenderal di luar negeri harus bisa menjelaskan keunggulan produk-produk hasil dari Indonesia dan membuka pasar yang lebih luas.
“Kalau dua hal tersebut bisa maksimal, selanjutnya adalah hal teknis tentang pola perjanjian baik bilateral maupun multilateral yang bisa dibangun. Kemudian dengan pola pembayaran langsung antar negara yang bertransaksi, dan lainnya,” pungkasnya.