Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa rencana DPR untuk merevisi undang-undang UU Kementerian Negara dan UU Wantimpres bakal memberatkan pemerintahan Prabowo Subianto.
Dia mengatakan bahwa makin banyaknya kementerian/lembaga justru akan melemahkan birokrasi yang sebelumnya telah dipangkas oleh pemerintah sebelumnya.
Menurutnya, birokrasi yang makin kompleks justru memberatkan belanja negara.
“Banyak kementerian/lembaga akan menambahkan belanja birokrasi. Saat ini belanja pegawai dan belanja barang di APBN 2025 itu Rp850 triliun kalau digabung. Ini angkanya sudah sangat berat dibandingkan total belanja pemerintah secara keseluruhan” kata Bhima kepada Bisnis, Jumat (27/9/2024).
Adapun anggaran belanja pegawai K/L pada RAPBN 2025 sebesar Rp 297,71 triliun atau meningkat dari anggaran belanja pegawai K/L pada 2024 yang sebesar Rp 276,34 triliun.
Sementara itu, belanja pemerintah pusat dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp2.701,4 triliun yang terdiri dari belanja non-K/L sebesar Rp1.541,3 triliun dan belanja K/L sebesar Rp1.160,1 triliun. Belanja pemerintah pusat tumbuh 9,5% sejak 2021.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia juga menyoroti banyaknya Kementerian/Lembaga (K/L) akan mempersulit untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis karena harus mengumpulkan banyak kementerian lembaga karena terkait isu yang serupa dan
“Misalnya pangan, ada badan gizi nasional ada kementerian pangan, kementerian pertanian, bulog, jadi akan menambah rantai birokrasi yang makin panjang. Khawatir ada replikasi lembaga untuk mengerjakan tugas yang sama. Justru makin tidak fokus. Jadi kalau hanya bagi-bagi jabatan politik ini justru jadi hambatan untuk mengejar program strategis,” tuturnya.
Bhima menekankan bahwa revisi UU Kementerian Negara dan Wantimpres pun menjadi tak lepas dari unsur politik akomodatif. Alhasil kabinet ‘gemuk’ sebenarnya harus bergerak lebih ramping mengingat Prabowo memiliki banyak program strategis ke depannya.
“Harusnya efektifkan lembaga eksisting atau digabung saja kementerian agar lebih efektif dan efisien serta pengambilan keputusan makin cepat karena koordinasi lebih ringkas. Misalnya kemendag dan perindustrian jadi stabilitas harga domestik dan industri dalam negeri bisa dikolaborasikan,” pungkas Bhima.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) urung bicara mengenai langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Undang-Undang.
Menurutnya, pembahasan yang mampu meningkatkan peluangnya untuk dipinang dan bergabung menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di pemerintahan masa mendatang merupakan urusan dari Presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto.
Hal ini disampaikannya usai meresmikan Injeksi Bauksit Perdana Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT. Borneo Alumia Indonesia, Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9/2024).
“Urusan itu urusan pemerintahan baru. Saya enggak mau komentar,” ujar Jokowi.
Bahkan, dia juga enggan berkomentar apakah topik tersebut juga dibahas bersama Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat saat menerima kunjungannya di Ruang Jepara, Istana Merdeka, Jakarta, pada Sabtu (21/9/2024) lalu.
“Ndak ndak ndak,” kata Jokowi singkat.
Sekadar informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dalam Rapat Paripurna pada Kamis (19/9/2024).
Dengan revisi ini, kewenangan Wantimpres diperluas dan anggota Wantimpres tidak lagi dibatasi hanya delapan, melainkan bisa sesuai dengan kebutuhan presiden.
Rapat pengesahan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.