Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 5,18% pada 2025 atau tahun pertama pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, belakangan perekonomian Indonesia menunjukkan perbaikan terutama usai Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed menurunkan suku bunga hingga 50 basis point (bps) pada pekan lalu. Oleh sebab itu, perbaikan tersebut akan menjadi fondasi kuat untuk tahun depan.
"Tahun depan ini peluang, kemudian Indonesia itu akan tumbuh di kisaran 5,18%. Ya antara 5,15% sampai 5,2%," ujar Andry dalam acara Economic Outlook Bank Mandiri secara daring, Kamis (26/9/2024).
Dia menjelaskan, salah satu penopang pertumbuhan tersebut yaitu adalah daya konsumsi yang cenderung membaik sesuai big data Mandiri Spending Index.
Andry menunjukkan, indeks konsumsi membaik sepanjang kuartal III/2024. Menurutnya, terjadi kenaikan transaksi melalui kartu debit, kartu kredit, hingga QRIS sejak awal Mei hingga awal Oktober ini.
"Ini konsumsi tumbuh di kuartal III, akan relatif lebih baik dibandingkan dengan kuartal II," jelasnya.
Baca Juga
Sementara itu, sepanjang tahun ini Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,06%.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Eka Fitria menambah, konsumsi yang stabil didorong oleh perubahan gaya hidup terutama dari kelompok usia muda. Menurutnya, kelompok muda telah menjadi faktor pendorong penting pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Perinciannya, Eka menunjukkan adanya peningkatan sektor-sektor terkait mobilitas seperti hotel dan restoran, transportasi dan pergudangan, dan jasa lainnya seperti jasa-jasa hiburan.
Sementara itu, sektor manufaktur yang terdiri dari program hilirisasi industri logam dasar tetap konsisten tumbuh tinggi. Beberapa sektor manufaktur yang berorientasi pada pasar domestik, lanjutnya, juga tumbuh dengan relatif baik yaitu industri makanan dan minuman, dan industri kimia-farmasi.
"Namun, sektor manufaktur yang berorientasi ekspor seperti garmen, furnitur, kayu, dan elektronik mengalami tekanan karena pelemahan permintaan dari negara tujuan ekspor. Ke depan, kami harapkan sektor manufaktur berorientasi ekspor harusnya membaik seiring dengan peningkatan ekonomi global pasca era suku bunga tinggi," tutup Eka pada kesempatan yang sama.