Bisnis.com, JAKARTA - Investasi hulu migas tak jarang tersandung polemik perizinan dan tumpang tindih pemanfaatan wilayah potensi cadangan migas dengan lahan pertanian. Kondisi tersebut pada akhirnya justru menjadi kendala kemajuan ketahanan energi dan pangan nasional.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Prayudi Syamsuri mengatakan, pemerintah terus mengupayakan koordinasi untuk mengukur tingkat kepentingan dan prioritas dalam pembangunan wilayah maupun regional.
"Karena itu kita kembalikan dulu ke sana [pembagian tata ruang] karena itu sudah disusun bersama-sama lintas kementerian," kata Prayudi dalam Focus Group Discussion (FGD) Bisnis Indonesia: Memikat Investor Hulu Migas Demi Ketahanan Energi Nasional, Senin (23/9/2024).
Dalam hal tata ruang, Prayudi tak menampik otoritas daerah yang memiliki kewenangan dalam menentukan status wilayah dapat dijadikan sebagai area perkebunan ataupun lahan eksplorasi migas.
Tak hanya itu, optimalisasi lahan juga mesti dilihat dari sisi perizinan usaha yang sudah lebih dulu ada. Misalnya, wilayah perkebunan, tidak menutup kemungkinan apabila pemanfaatannya tidak optimal maka dapat dialihkan untuk kegiatan usaha lain.
"Kalau ada hal-hal tidak termanfaatkan dengan optimal ya mungkin kita bisa geser ke kegiatan lain, jadi sekali lagi bahwa tadi tentu kita lihat tata ruang yang ada perencanaannya, yang kedua adalah bagaimana mengoptimalkan sumber daya yang ada yang kita miliki secara terbatas tadi," jelasnnya.
Di sisi lain, Prayudi tak menampik masih banyak terjadi tumpang tidih peruntukkan lahan. Namun, pihaknya memastikan untuk menghindari konflik kepentingan agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
"Ada beberapa yang sampai sekarang masuk dalam penyelesaian tumpang tindih lahan, beberapa provinsi yang timnya termasuk dari Kementan karena ada tumpang tindih lahan dengan izin usaha perkebunan, itu tentu kita duduk bersama untuk mencari penyelesaiannya," ujarnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Sora Lokita mengatakan, setidaknya terdapat 10 kementerian/lembaga yang turun tangan dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan investasi hulu migas.
Salah satunya berkaitan dengan perubahan izin lahan pertanian untuk kegiatan migas antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam hal ini juga termasuk menegakkan pencegahan penyerobotan lahan migas yang merupakan milik negara dan penyelesaian negosiasi paket ganti rugi hutan antara pemerintah dan pengelola sumber daya hutan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Refor Miner Institute Komaidi Notonegoro menilai untuk mengatasi tumpang tindih penggunaan lahan maka intervensi pemerintah di level leader atau lebih tinggi antarkementerian diperlukan.
"Yang harus melakukan itu adalah level menko [menteri koordinator] di atasnya, atau bahkan mungkin level presiden, perlu dihitung kira-kira antara ketahanan pangan dan ketahanan energi mana yang prioritas atau mungkin malah bisa cari solusi ini bisa diganti lahan yang lain jadi produktivitasnya tetap naik tetapi migasnya bisa dieksplorasi," jelasnya.
Hal ini lantaran apabila polemik tersebut diserahkan pada mekanisme antar kementerian, maka penyelesaiannya tidak optimal. Sebab, setiap kementerian/lembaga memiliki tupoksi dan target sendiri untuk mencapai ketahanan energi dan pangan.