Bisnis.com, JAKARTA — Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar meragukan pemerintah bisa merealisasikan penerimaan pajak sebanyak Rp1.988,9 triliun sesuai target dalam APBN 2024.
Terbaru, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak sebesar Rp1.196,54 triliun per akhir Agustus 2024 atau setara 60,16% dari target APBN. Artinya, pemerintah perlu merealisasikan hampir 40% lagi target penerimaan yang kurang dalam waktu empat bulan ke depan.
Fajry pun melihat tugas pemerintahan sangat berat. Apalagi, sambungnya, kinerja korporasi tidak dikatakan bagus—padahal korporasi berkontribusi banyak lewat Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
"Saya kira sulit [target pertumbuhan pajak tercapai]. Untuk PPh badan merepresentasikan kinerja korporasi tahun lalu dan kita tahu, dari tahun 2022 ke 2023 secara umum kinerjanya melemah," jelas Fajry kepada Bisnis, Selasa (24/9/2024).
Kendati demikian, dia meyakini masih ada harapan karena kinerjanya belakangan terus membaik. Data terbaru, menurutnya, penerimaan pajak hanya terkontraksi -2,7% yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya.
Oleh sebab itu, ke depan Fajry menekankan pentingnya peran pemerintah sehingga penerimaan pajak bisa tumbuh secara positif hingga akhir tahun kita. Menurutnya, pemerintah bisa memaksimalkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca Juga
Dia menekankan pentingnya pemerintah menjaga konsumsi masyarakat lewat intervensi kebijakan sehingga dapat berkontribusi besar ke penerimaan PPN.
"Selain itu, kita juga berharap pada otoritas pajak baik dalam bentuk intensifikasi, ekstensifikasi, penegakan hukum, dan penagihan," tutup Fajry.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memberikan peringatakan kinerja penerimaan negara pada akhir tahun dari pajak maupun bea dan cukai tidak akan mencapai target APBN 2024. Menurutnya, pendapatan secara umum akan tetap tumbuh sebesar 0,4% (year-on-year/yoy) meski penerimaan dari pajak, bea, dan cukai di bawah target.
“Outlook pendapatan negara dari sisi pajak akan mencapai 96,6% dari APBN, tipis 2,9% [yoy]. Ini artinya perekonomian nasional masih relatif terjaga, meskipun tekanan dari beberapa komoditas relatif besar,” jelasnya dalam Raker Banggar dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Senin (8/7/2024).
Mencermati paparan Sri Mulyani, penerimaan pajak pada akhir tahun akan mencapai Rp1.921,9 triliun atau lebih rendah Rp66,9 triliun dari target Rp1.988,9 triliun.
Selain penerimaan dari kepabeanan dan cukai, lanjutnya, penerimaan lain juga tidak akan mencapai target. Tercatat proyeksi akhir tahun di angka Rp296,5 triliun atau lebih rendah Rp24,5 triliun dari target Rp321 triliun.
Sri Mulyani menekankan untuk perpajakan, pemerintah akan terus meningkatkan kebijakan pengawasan dan kepatuhan akan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dari sisi penerimaan bea dan cukai, ke depan akan terjadi down trading ke golongan rokok kelompok yang lebih murah. Pemerintah juga akan terus mengawasi penindakan rokok ilegal seiring adanya down trading.