Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akhir Rezim Suku Bunga Tinggi The Fed Cs, Ini yang Patut Diwaspadai

Pemangkasan suku bunga acuan The Fed dinilai bakal memberikan dampak positif terhadap perekonomian, namun masih ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai.
Dionisio Damara Tonce,Lorenzo Anugrah Mahardhika
Jumat, 20 September 2024 | 08:30
Bagian luar Gedung Dewan Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, 14 Juni 2022./REUTERS-Sarah Silbiger
Bagian luar Gedung Dewan Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, 14 Juni 2022./REUTERS-Sarah Silbiger

Bisnis.com, JAKARTA – Pemangkasan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve atau The Fed, dinilai bakal memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Di sisi lain, ada risiko yang perlu diwaspadai dari era suku bunga rendah ini.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan langkah The memangkas suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 bps telah sesuai harapan. 

Dirinya berharap pemangkasan tersebut dapat berdampak pada perekonomian AS dan juga negara lainnya, termasuk Indonesia. FFR yang menuju level 4,75% - 5% tersebut menjadi tanda berakhirnya tren higher for longer. 

“Itu suatu langkah yang sudah diantisipasi tentu dampaknya terhadap perekonomian diharapkan positif, baik pada ekonomi AS dan juga kepada seluruh dunia. Jadi penurunan ini adalah langkah yang memang kita harapkan,” ungkapnya di kompleks Parlemen, Kamis (19/9/2024). 

Pasalnya, kondisi higher for longer menjadi salah satu faktor yang memberikan dampak sangat besar terhadap kinerja perekonomian di negara-negara berkembang. 

Seperti diketahui, dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berakhir pada Rabu (18/9) waktu AS, The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan 50 bps ke kisaran 4,75% - 5%.

Selain menyetujui pemangkasan suku bunga, para pejabat the Fed juga mengeluarkan proyeksi suku bunga acuan dalam beberapa tahun ke depan atau disebut dot plot

Proyeksi tersebut dituangkan dalam laporan Summary of Economic Projections (SEP) yang dikeluarkan The Fed. Dalam laporan tersebut, The Fed memproyeksikan suku bunga acuan akan turun setengah poin persentase atau 50 basis poin lagi pada akhir 2024.

Selanjutnya, pemangkasan sebesar satu poin persentase penuh atau 100 basis poin akan dilakukan pada 2025. Sehingga, suku bunga The Fed diproyeksikan berada di rentang 4,25%-4,5% pada akhir 2025. 

Kemudian, pemangkasan akan dilanjutkan sebesar 50 basis poin dilakukan pada 2026. Dengan demikian, di akhir 2026, suku bunga acuan AS diprediksikan berada di 2,75%-3%. 

Meski demikian, The Fed juga memperingatkan bahwa prospek di masa depan dipenuhi ketidakpastian. 

Sri Mulyani juga memperingatkan penurunan suku bunga ini tidak serta merta membuat ekonomi semakin membaik. Hal ini mengingat kondisi perekonomian global masih menantang.

“Bank sentral mulai menurunkan suku bunga dari situasi higher for longer, tapi langkah ke depan masih menantang. Tetap ada potensi volatilitas di pasar keuangan dan arus global yang menciptakan risiko terutama bagi negara emerging,” papar Sri Mulyani. 

Sri Mulyani menjelaskan pertumbuhan ekonomi global diproyeksi masih lemah dengan tumbuh 3,2% pada 2024 dan 3,3% pada 2025.

Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan penurunan suku bunga The Fed yang cukup besar telah memicu kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi AS.

Hal ini utamanya terkait pasar tenaga kerja yang berisiko menimbulkan lebih banyak hambatan ekonomi dalam beberapa bulan mendatang.

“Sementara suku bunga yang lebih rendah biasanya menjadi pertanda baik bagi aktivitas ekonomi, pemotongan agresif The Fed memicu beberapa kekhawatiran atas potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya dalam keterangan tertulis.

Dampak ke Komoditas

Di sisi lain, efek pemangkasan suku bunga global dinilai minimal terhadap harga komoditas, khususnya minyak mentah. Keputusan the Fed tersebut dinilai gagal menjadi sentimen positif di pasar dan justru menambah kekhawatiran akan pergolakan ekonomi saat ini.

Harga minyak ditutup setelah The Fed memangkas suku bunga acuannya. Hal itu lantaran pemangkasan suku bunga Federal Reserve yang lebih besar dari perkiraan memicu kekhawatiran terhadap perekonomian AS.

Pergerakan harga minyak cenderung lebih terpengaruh oleh faktor fundamental, seperti persoalan pasokan di AS dan krisis di timur tengah.

Pada perdagangan Jumat (20/9/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,08% ke level US$72,01 per barel pada pukul 07.59 WIB. Di sisi lain, harga minyak Brent bergerak melemah 0,4% ke US$74,57 per barel.

Melansir Bloomberg, serangkaian ledakan walkie-talkie dan pager di Lebanon telah meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya perang besar antara Hizbullah dengan Israel. Ada kekhawatiran bahwa konflik yang lebih luas dapat melibatkan Iran dan mengancam aliran minyak mentah dari wilayah tersebut.

Analis Qisheng Futures Co Gao Jian mengatakan masih harus dilihat apakah penurunan suku bunga The Fed akan mengurangi risiko penurunan untuk minyak secara makro.

"Fundamental tetap bearish dan pasar harus tetap waspada terhadap risiko-risiko yang masih condong ke sisi negatifnya,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper