Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan penyebab target bauran energi yang dibidik pemerintah sebesar 23% masih sulit tercapai pada 2025. Sementara itu, pada semester I/2024, realiasinya baru mencapai 13,93%.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengatakan sumber kendala yang menghambat target bauran energi yaitu belum tersambungnya jaringan transmisi yang memadai. Dia pun menyontohkan EBT di Riau yang terkendala jaringan listrik.
"Itulah faktor penyebabnya, kembali lagi ini tugas Menteri ESDM yang baru untuk menyelesaikan bersama PLN. Jadi bukan salah PLN, salah perencanaan kami juga yang salah, tetapi mereka lebih banyak salah nya dari kami," kata Bahlil dalam pembukaan The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, Rabu (18/9/2024).
Dalam hal ini, Bahlil menyoroti potensi Indonesia dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di sektor geothermal atau panas bumi. Secara global, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia atau sebesar 40%, setara dengan 24 gigawatt (GW).
Sementara itu, kapasitas dari pembangkit listrk dari panas bumi mencapai 26 GW atau terbesar nomor dua di dunia yang sudah berjalan dan pertumbuhannya selama 10 tahun terakhir tumbuh 2 kali lipat.
"Kapasitas listrik PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi] tersebut mencakup 18,5% dari total listrik EBT atau 3% dari total 93 GW," tuturnya.
Baca Juga
Menurut dia, energi panas bumi dapat menjadi salah satu instumen penting untuk meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional.
Dalam 10 tahun terakhir, Bahlil melaporkan akumulasi investasi pembangunan PLTP tumbuh signifikan 8 kali lipat sehingga tahun 2024 diperkirakan mencapai US$8,7 miliar.
"Pembangunan PLTP menciptakan lapangan pekerjaan 900.000 dan mampu berkontribusi kepada negara Rp16 triliun. Tidak hanya dampak ekonmi, PLTP berkontribusi mengurangi 17,4 juta ton CO2 per tahun di Indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut, Bahlil menyebut bahwa EBT menjadi salah satu yang diperebutkan di Asia Tenggara. Pasalnya, seluruh negara tengah berlomba-lomba mengejar pembangunan manufaktur yang berorientasi pada EBT dan green industry.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki potensi besar EBT, terutama dalam hal storage carbon CO2 yang tidak dimiliki negara lain.
Di sisi lain, Bahlil juga menyebut kapasitas listrik di Indonesia saat ini sebesar 93 GW atau setara dengan 93.000 MW, di mana 13,7 GW atau 15% di antaranya berasal daripada EBT.