Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ingatkan Prabowo Tak Teruskan Kebijakan Pembangunan Berbasis Utang ala Presiden Jokowi

Ekonom memperingatkan Presiden terpilih Prabowo Subianto agar tidak melanjutkan kebijakan pembangunan berbasis utang ala Presiden Jokowi.
PT Hutama Karya (Persero) akan melakukan penyesuaian tarif Jalan Tol Binjai-Langsa Seksi 1 (Binjai-Stabat) mulai Kamis, 18 Juli 2024 - Dok. Hutama Karya
PT Hutama Karya (Persero) akan melakukan penyesuaian tarif Jalan Tol Binjai-Langsa Seksi 1 (Binjai-Stabat) mulai Kamis, 18 Juli 2024 - Dok. Hutama Karya

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Indef, Didik J. Rachbini, memperingatkan Presiden terpilih Prabowo Subianto agar tidak melanjutkan kebijakan pembangunan berbasis utang ala Presiden Jokowi yang dianggap berisiko tinggi. 

Didik menyampaikan, kritik serupa sudah ditekankan oleh koleganya ekonom senior Faisal Basri yang wafat beberapa waktu lalu. Faisal Basri, sambungnya, selalu ingatkan soal potensi krisis apabila kebijakan utang negara tidak dievaluasi.

"Jadi warisan utang Jokowi ini akan menjadi beban Prabowo. Itu sudah diingatkan, dan Pak Faisal mengatakan, 'Kalau Pak Prabowo meneruskan kebijakannya Jokowi insyaallah akan krisis,' katanya," ujar Didik dalam forum Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri secara daring, Minggu (15/9/2024).

Rektor Universitas Paramadina ini menjelaskan, pembiayaan utang kerap menjadi pengeluaran paling besar dalam APBN. Dia mengaku heran, pemerintah mengeluarkan surat berharga negara (SBN) hingga Rp1.500 triliun pada 2021—2022.

Didik juga menyoroti kontrol parlemen atas postur penggunaan anggaran pembangunan berbasis utang ini. Padahal, yang akan menanggung merupakan generasi ke depan.

"Suatu krisis [pandemi Covid-19] justru dijadikan kesempatan untuk mengeruk utang sebanyak-banyaknya sehingga defisit [anggaran] itu semakin besar," katanya.

Faisal Basri, lanjut Didik, juga mengkritisi mega proyek kereta cepat Jokowi karena pembiayaan utangnya akan diwariskan hingga beberapa pemerintahan ke depan. Kebijakan kereta cepat seakan hanya untuk popularitas saja.

"Jadi itu proyek di atas kayangan yang tidak berpijak kepada realitas," ungkapnya.

Sejalan, Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengaku sudah sempat melakukan perhitungan ihwal pembiayaan utang proyek kereta api Jakarta—Bandung. Menurutnya, proyek kereta api cepat tersebut tidak akan menguntungkan hingga 1,5 abad lagi.

"Untuk kereta Whoosh itu, yang Jakarta—Bandung itu sekitar 150 tahun. Artinya kurang lebih 150 tahun itu baru balik modal. Ini kan dampaknya beberapa generasi ke depan," ucap Esther pada kesempatan yang sama.

Sebagai informasi, terbaru Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membukukan utang pemerintah mencapai Rp8.502,69 triliun per 31 Juli 2024. Angka tersebut naik senilai Rp57,82 triliun dari akhir Juni 2024 (month-to-month/MtM) yang kala itu mencapai Rp8.444,87 triliun. 

Melihat posisi utang tersebut, rasio utang per akhir Juli 2024 tercatat sebesar 38,68% atau lebih rendah dari rasio bulan lalu yang mencapai 39,13% produk domestik bruto (PDB). Kemenkeu menyatakan bahwa rasio itu tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper