Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) meminta agar pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Kepariwisataan ditunda dan dilanjutkan oleh DPR RI dan pemerintah mendatang.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani, menyampaikan, isi draft RUU Kepariwisataan yang saat ini sudah dikeluarkan dua versi oleh DPR yaitu versi 2 Juli 2022 dan versi 5 April 2024 belum selaras dengan aspirasi pelaku pariwisata.
Bahkan, dalam rapat bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 20 Agustus 2024, Hariyadi menyebut bahwa banyak pelaku usaha di sektor ini yang merasa keberatan dengan substansi draft RUU tersebut, sehingga DPR dan pemerintah perlu membahas lebih dalam mengenai rancangan beleid ini.
Namun, mengingat masa kerja DPR periode 2019-2024 dan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir pada Oktober 2024, pihaknya meminta agar pembahasan RUU Pariwisata dilanjutkan oleh DPR dan pemerintahan baru.
“Hal ini perlu kami ingatkan, karena kami tidak mau kecolongan lagi dalam injury time undang-undang disahkan tanpa partisipasi publik secara luas,” kata Hariyadi dalam konferensi pers, Rabu (4/9/2024).
Pada Rapat Paripurna DPR ke-21 Masa Sidang ke V Tahun 2023-2024 di 8 Juli 2024, RUU Kepariwisataan secara resmi disahkan menjadi usul inisiatif DPR.
Baca Juga
Wakil Ketua Komisi X DPR sekaligus sebagai pihak pengusul RUU, Agustina Wilujeng Pramestuti, menjelaskan, draft RUU Kepariwisataan terdiri dari 17 Bab.
Secara terperinci, 5 Bab judul tetap, 9 Bab perubahan judul, 11 Bab baru, 3 Bab dihapus, 6 pasal sudah diadopsi dalam UU No.6/2023 tentang Penetapan Atas Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan tidak dimuat dalam draf RUU. Begitu pula dengan 3 pasal yang sudah dihapus UU Cipta Kerja.
Adapun, dengan disahkannya draft RUU Kepariwisataan sebagai usul inisiatif DPR, rancangan dokumen tersebut diserahkan kepada pemerintah.
Selanjutnya, Presiden akan mengirimkan Surat Presiden (Surpes) dan daftar inventarisir masalah (DIM) sebelum akhirnya kembali dibahas bersama DPR.