Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendapatan Riil Masyarakat Anjlok, Biaya Hidup Makin Meroket

Pendapatan riil masyarakat Indonesia terus turun dalam 14 tahun terakhir, tertekan biaya hidup yang tinggi, hingga banyaknya orang bekerja di sektor informal.
Pengunjung berbelanja di salah satu minimarket di Jakarta. / Bisnis-Abdurachman
Pengunjung berbelanja di salah satu minimarket di Jakarta. / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengungkapkan bahwa pendapatan riil masyarakat cenderung menurun beberapa tahun terakhir, sementara itu biaya hidup semakin naik.

Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Scenaider C.H. Siahaan menjelaskan, proporsi pendapat individu yang dikeluarkan untuk konsumsi menunjukkan tren penurunan relatif terhadap produk domestik bruto (PDB) per kapita sepanjang 2010—2023.

Artinya, sambung Scenaider, meskipun disposable income (nilai maksimal pendapatan setelah dikurangi pajak cenderung) meningkatkan tetapi nilainya secara riil untuk konsumsi relatif menurun.

"Tantangan pembangunan yang pertama adalah pendapatan disposable masyarakat yang menunjukkan tren penurunan," jelasnya dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2024).

Dia menunjukkan, proporsi pendapatan riil terhadap PDB per kapita mencapai 78,5% pada 2010—bahkan sempat mencapai nilai tertinggi di angka 78,9% pada 2011. Meski demikian, data terakhir menunjukkan proporsi disposable income terhadap PDB per kapita hanya berada di 72,7% pada 2023.

Bappenas menyimpulkan, penurunan pendapatan riil tersebut dipengaruhi oleh naiknya biaya hidup secara umum. Selain itu, tekanan inflasi akibat ketidakpastian global seperti pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, dan perang dagang juga ambil peran.

"Ini jadi satu hal yang menjadi timbangan kita dalam menyusun RKP [rencana kerja pemerintah]," ujar Scenaider.

Lebih lanjut, Bappenas juga mengidentifikasi permasalahan lain yaitu mayoritas penduduk bekerja di sektor non produktif. Bahkan, jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

"18,9 juta orang bekerja di sektor manufaktur, dan masih banyak yang bekerja paruh waktu yaitu sekitar 36,8 juta orang dan setengah pengangguran di sekitar 12,1 juta orang," ungkap Scenaider.

Selain itu, masih banyak sektor perekonomian yang beri upah buruh di bawah rata-rata nasional. Scenaider membeberkan, rata-rata upah buruh nasional ada di angka Rp3,04 juta perbulan pada 2024.

Bappenas mengidentifikasi ada delapan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja namun memberi gaji yang relatif rendah. Sektor tersebut yaitu industri pengelolaan (rata-rata upah Rp3,03 juta/bulan), konstruksi (Rp2,95 juta/bulan), pendidikan (Rp2,84 juta/bulan).

Lalu pengadaan air (Rp2,69 juta/bulan), pedagang (Rp2,54 juta/bulan), pertanian (Rp2,24 juta/bulan), akomodasi dan makanan minum (Rp2,24 juta/bulan), serta aktivitas jasa lainnya (Rp1,74 juta/bulan).

Sceinaider pun menekankan, berbagai problematika tersebut menjadi tantangan pembangunan pemerintah ke depan.

Jutaan Kelas Menengah Turun Kasta

Sebelumnya, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti juga mengungkapkan setidaknya 9,4 juta penduduk kelas menengah telah turun kasta ke kelompok aspiring middle class selama 2019 sampai dengan 2024 atau periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dia menunjukkan, pada 2019 tercatat ada 57,33 juta kelas menengah atau 21,45% dari total penduduk Indonesia. Kini pada 2024, jumlah kelas menengah menjadi 47,85 juta atau 17,13% dari total penduduk Indonesia.

Pada periode yang sama, terjadi peningkatan jumlah dan persentase kelompok penduduk rentan miskin atau dari 54,97 juta menjadi 67,69 juta atau dari 20,56% menjadi 24,23% dan menuju kelas menengah dari 128,85 juta menjadi 137,50 juta atau dari 48,2% menjadi 49,22%.

Menurutnya, pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 menjadi salah satu alasan utama penurunan kasta jutaan kelas menengah tersebut.

"Kami mengidentifikasi masih ada scaring effect dari pandemi Covid-19 terhadap ketahanan kelas menengah," jelasnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024).

Sementara itu, Presiden Jokowi seakan tidak ambil pusing dengan penurunan kasta 9,4 juta masyarakat kelas menengah tersebut. Orang nomor satu di Indonesia itu mengatakan kondisi tersebut tak hanya terjadi di Tanah Air, tetapi juga di seluruh dunia. 

"Itu problem terjadi hampir di semua negara karena ekonomi global turun semuanya, ada Covid 2—3 tahun lalu memengaruhi. Semua negara saat ini berada pada kesulitan yang sama," ujar Jokowi usai meresmikan Gedung Respirasi Kesehatan RS Persahabatan Ibu dan Anak, Jakarta, Jumat (30/8/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper