Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) angkat bicara terkait tren belanja kelas menengah yang disebut mengalami tren penurunan.
Hippindo mengatakan ada sejumlah kebijakan pemerintah yang membuat sejumlah segmen kelas menengah malas berbelanja. Kebijakan yang dimaksud misalnya, pemberlakuan ganjil genap dan pembatasan impor yang membuat masyarakat enggan untuk berbelanja di mal.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah menyampaikan, kebijakan ganjil genap di Jakarta misalnya, telah menyulitkan masyarakat untuk ke mal.
“Mau ke mal itu susah. Yang kelas menengah punya mobil, nggak mau naik bus. Mobilnya ganjil atau genap, dia susah, harus tukar mobil dulu,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Selasa (3/9/2024).
Waktu penerapan kebijakan ganjil genap juga dinilai terlalu panjang yakni pukul 16.00-21.00 WIB. Kebijakan ini, kata dia, telah membuat jam makan menjadi hilang dan membuat mal-mal menjadi sepi sehingga mengurangi omset peritel yang ditopang oleh masyarakat kelas menengah.
Selain itu, kebijakan pemerintah memperketat masuknya barang impor resmi telah membuat ritel sulit untuk menjual barang dan memenuhi stok. Kurangnya variasi produk dan harga barang impor yang mahal membuat masyarakat memilih berbelanja di luar negeri dibanding dalam negeri.
Baca Juga
“Ini kan kita sendiri yang menurunkan kelas menengahnya, bukan karena daya beli. Jadi daya beli itu menurut saya selama bisnisnya berjalan, daya beli akan berjalan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dia mengharapkan pemerintah, dalam hal ini pemerintah provinsi untuk meninjau ulang kebijakan ganjil genap. Misalnya, mempersingkat kebijakan ganjil genap menjadi pukul 17.00-21.00 WIB agar masyarakat dapat meluangkan waktunya ke mall.
Kepada pemerintah pusat, Hippindo mengharapkan agar kebijakan impor resmi tidak dipersulit. Dengan begitu, peritel dapat memenuhi stok toko dan menarik lebih banyak pengunjung. Alih-alih mempersulit impor resmi, pemerintah seharusnya memperketat pengawasan produk impor ilegal.
Di sisi lain, Hippindo telah menginisiasi sejumlah program seperti Belanja di Indonesia Aja, Kelingking Fund untuk Pilkada, hingga diskon-diskon menarik lainnya. Program ini diharapkan dapat mengembalikan jumlah kelas menengah di Tanah Air, dan menghabiskan uangnya di dalam negeri.
“Kita harus tingkatkan kembali domestic market konsumsi kita,” imbuhnya.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti sebelumnya menyebut, kebiasaan doyan belanja kelompok kelas menengah sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Pasalnya, kebiasaan tersebut dapat memperkokoh perekonomian, baik dari sisi permintaan atau konsumsi rumah tangga.
Mengingat, kelompok kelas menengah dan menuju kelas menengah atau aspiring middle class (AMC) sebanyak 185,35 juta orang atau lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia.
“Mengapa kelas menengah ini penting? Karena memang kelas menengah memiliki peran yang sangat kritikal dan krusial sebagai bantalan ekonomi suatu negara,” kata Amalia dalam konferensi pers, Jumat (30/8/2024).
Secara teori, Amalia menuturkan bahwa ekonomi suatu negara akan relatif kuat terhadap gejolak yang ada jika bantakan ekonomi tebal. Sebaliknya, ketika proporsi kelas menengah relatif tipis, maka ekonomi negara kurang resilien terhadap guncangan.
“Jadi artinya peran kelas menengah tidak hanya di Indonesia tetapi di berbagai dunia ini menjadi penting untuk memperkuat daya tahan suatu ekonomi terhadap berbagai guncangan,” pungkasnya.