Bisnis.com, JAKARTA - Karyawan PT Indofarma Tbk. (INAF) harus menelan pil pahit imbas kondisi keuangan perseroan yang terus terpuruk dan kasus fraud yang disebabkan anak usaha. Gaji karyawan tertunggak dan kini karyawan terancam dirumahkan dengan pesangon kecil.
Resah dengan nasibnya, Serikat Pekerja (SP) Indofarma pun berbondong-bondong mengadukan permasalahan tersebut kepada Komisi VI DPR RI pada Rabu (28/8/2024).
Ketua Biro Konseling Advokasi SP Indofarma Ahmad Furqan mengungkapkan, total tunggakan gaji karyawan yang belum dibayarkan oleh Indofarma dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika (IGM) hingga saat ini mencapai Rp95 miliar.
Ahmad menuturkan, sebelum menunggak gaji karyawan, sejak 2021 hingga saat ini, manajamen BUMN farmasi itu juga beberapa kali melakukan pemotongan gaji dengan alasan untuk dana pensiun lembaga keuangan (DPLK), tetapi tidak disetorkan.
"Total yang sampai saat ini belum dibayarkan atau diutangkan oleh perusahaan ke kami karyawan di Indofarma sendiri Rp65 miliar dan Rp30 miliar di IGM jadi total Rp95 miliar," kata Furqan saat rapat dengar pendapat umum di Komisi VI DPR RI.
Furqan memerinci sederet pengorbanan yang dilakukan karyawan untuk membantu operasional perusahaan. Pada 2017, serikat pekerja sepakat menerima keputusan manajemen Indofarma untuk tidak menaikkan upah karyawan.
Baca Juga
Pada 2018, terdapat kenaikan upah meskipun hanya Rp50.000 per orang. Selanjutnya, pada 2021-2024 upah dipotong untuk DPLK, tetapi tidak disetorkan/terhutang.
"Selain DPLK yang krusial dari 2022-2024 dari upah karyawan dipotong untuk BPJS TK tetapi lagi-lagi, belum disetorkan oleh perusahaan," imbuhnya.
Pada tahun 2022-2024 pesangon karyawan, baik untuk pensiun normal maupun pensiun dini, tidak bisa dipenuhi pembayarannya oleh perusahaan. Kondisi ini juga berlanjut pada 2023 ketika tunjangan kesejahteraan, tunjangan akhir tahun, tunjangan pendidikan juga tak dibayarkan hingga saat ini.
"Ini yang akhirnya 2024 membuat kami meringis sakit luar biasa pengorbanan apa lagi yang dibutuhkan, upah yang kami terima tidak utuh 100%," tuturnya.
Dia memerinci, sebagian pekerja mendapat gaji secara gradual, ada juga yang hanya dibayarkan 50% dari pendapatan utuh sejak Januari 2024.
"Kalau yang sebelumnya kita masih bisa terima bahwa ini masih sekunder atau tersier dari pendapatan kami, tetapi kalau 2024 itu adalah pendapatan primer kami," pungkasnya.
Terancam Dirumahkan
Sambil terisak, Ketua Umum SP Indofarma Meidawati mengungkapkan, tersendatnya pembayaran gaji membuat tak sedikit karyawan tak mampu membeli beras hingga berutang. Karyawan kini juga terancam dirumahkan dengan pesangon kecil.
"Kami tidak gajian dan manajemen mau merumahkan kami dengan gaji yang kecil, kami makan apa? Ada anggota kami bilang, bu tolong beri gaji kami, kami beras seliter aja nggak ada," kata Meidawati.
Bahkan, karyawan lainnya juga sudah berutang di berbagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dalam hal ini, serikat pekerja menyarankan Indofarma beserta anak usahanya diselamatkan melalui pemberian dana talangan (bailout).
Meidawati menuturkan, pihaknya mengaku kecewa dengan kasus fraud yang terbukti dilakukan sejumlah petinggi Indofarma. Di tengah pekerjaan operasional dan tunggakan gaji, pihaknya merasa dikhianati atas kasus tersebut.
Untuk itu, serikat pekerja berharap pemerintah untuk turun tangan memberikan dana talangan agar hak pekerja di perusahaan BUMN ini terpenuhi. Alasannya, Indofarma merupakan entitas strategis yang mendukung sistem ketahanan kesehatan nasional.
"Kami minta pemerintah agar segera dibayarkan atas pengorbanan karyawan dalam bentuk hak-haknya seperti upah, tunjangan, iuran BPJS dan DPLK, pesangon para pensiun senilai Rp95 miliar dan dibayarkan secara tunai," ujarnya.
Di samping itu, SP Indofarma juga memberikan opsi penyelamatan BUMN farmasi dengan pendekatan right sizing organisasi atau karyawan (program pensiun dini). Opsi ini dinilai dapat dipertimbangkan atas dasar kesepakatan bersama perusahaan dan serikat pekerja.
"Bahkan, kami pun sudah memberikan proposal dari tahun 2023 kepada Indofarma jika memang akan mengadakan right sizing, pengurangan jumlah karyawan kami sepakat tidak sesuai dengan PKB yang jumlahnya bisa kita bilang 4,5 kali dari PKB," pungkasnya.
Lebih lanjut, Meidawati juga meminta oknum pejabat Indofarma dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika (IGM) yang terbukti melakukan fraud untuk dilakukan penindakan tegas.
"Terakhir, evaluasi atas kinerja holding BUMN Farmasi, karena hingga saat ini manfaatnya kalau kami lihat secara kami Indofarma itu belum dirasakan manfaatnya secara riil," tuturnya.
Dalam catatan SP Indofarma, jumlah karyawan Indofarma pada tahun 2020 sebesar 1.272 orang. Sejak dibentuknya holding BUMN farmasi, tenaga kerja turun pada 2021 menjadi 1.256 orang.
Jumlah karyawan juga menurun menjadi 1.097 orang pada 2022 dan menyusut lagi hingga 1.038 pada 2023. Hingga saat ini, jumlah karyawan per Mei 2024 tersisa 861 orang.