Bisnis.com, SUMUT – Konsep revitalisasi budaya menjadi pegangan Renny Katrina Manurung, perajin sekaligus pengusaha ulos dan wastra tradisional khas Batak dari Saitnihuta, Hutatoruan V, Kec. Tarutung Tapanuli Utara dalam menjalankan bisnisnya.
Konsep itulah yang mengantarkan ulos dan mandar produksi ‘Dame Ulos’ sukses meraih berbagai penghargaan nasional hingga internasional, salah satunya penghargaan dari New York pada tahun 2022 silam.
“Penghargaannya kategori ecofashion karena kami menggunakan pewarna alam untuk ulos dan mandar kami. Waktu itu kain bemotif khas Batak Toba yang kami kirim ke sana. Terus, para kurator yang memang antropolog New York juga bilang kalau motif kami unik dan rumit, berbeda dari yang lain,” tutur Renny beberapa waktu lalu.
Dame Ulos sudah hampir satu dekade di bawah pengasuhan Renny. Bisnis ulos ini merupakan turunan ibundanya yang seorang penenun.
Renny menuturkan, rata-rata penenun ulos tak menjual langsung ulos mereka ke konsumen. Mereka menggantungkan hidup pada pengepul, termasuk ibundanya. Selain karena akses jejaring yang terbatas, ketidaktahuan penenun akan Harga Pokok Penjualan (HPP) membuat usaha tenun ulos jalan di tempat.
“Waktu itu tahun 2012, saya masih kuliah. Ada masa uang bulanan saya dari ibu di Tarutung, macet. Ibu bilang, uang tenun dari pengepul tenun ulos kami lagi macet,” kata dia.
Baca Juga
Kondisi itu membuat Renny memutar otak. Berbekal ilmu dan relasi yang dia bangun, Renny mulai memasarkan sendiri kain tenun ibundanya lewat berbagai cara. Perempuan lulusan salah satu perguruan tinggi di Medan ini bahkan mengaku pernah menawarkan tenun ulos yang dikirim langsung dari Tarutung tersebut secara door-to-door ke toko-toko penjual ulos di Medan.
Berpegang pada Sejarah
Bagi Reni, nilai sebuah ulos tak lengkap bila hanya dilihat dari keindahan warna maupun ragam motifnya. Lebih dari itu, kekayaan ulos terletak pada untaian cerita pada motif yang tertenun di atasnya.
Renny mengatakan, perkembangan zaman justru membuat ulos kehilangan nyawa hidupnya. Banyak ulos yang beredar dengan motif yang nihil makna.
Dia menilai hal itu akibat minimnya pengetahuan penenun maupun pengepul soal motif original peninggalan leluhur, sehingga mereka terseret arus permintaan pasar.
“Zaman dulu, di sini, kepandaian atau kecantikan seorang perempuan Batak itu diukur dari kerumitan tenun yang dia buat, karena nantinya mereka akan menari dengan menggunakan kain tenun bikinannya itu,” cerita Renny.
Khawatir kondisi tersebut berdampak pada kelestarian dan nilai jual ulos, Renny kembali membaca ulang sejarah untuk menggali motif-motif khas Tarutung, terutama yang telah lama tak ditampilkan penenun.
Perselancaran di dunia maya mempertemukan Renny dengan seorang antropolog dari Belanda yang kemudian memberinya buku ‘Legacy in Clothes’ pada 2014 silam. Buku ini mengulas ragam motif khas wastra warisan budaya khas Sumatra Utara, termasuk dari Tarutung.
Berbekal dokumentasi dalam buku tersebut, ditambah dengan penelusuran sejarah lewat ingatan-ingatan para tetua di Tarutung, Renny mantap mengusung konsep ‘alam’ dalam produksi ulosnya, di samping menggiatkan motif-motif tradisi.
Sejak tahun 2015, dia menyebut Dame Ulos telah menggunakan bahan-bahan alami untuk pewarnaan benang, seperti warna hitam yang berasal dari lumpur, atau warna kuning yang berasal dari kemiri.
“Kami ingin ketika orang melihat atau mendengar Dame Ulos, persepsi yang muncul ialah sesuatu yang sudah tidak terlihat dan kini diperlihatkan kembali,” katanya.
Keteguhan Renny mengenalkan kembali motif tradisi Tarutung dalam selembar ulos mendapat perhatian banyak pihak, termasuk dari Bank Indonesia.
Galeri Dame Ulos yang berdiri apik di Saitnihuta, Hutatoruan V Tarutung ini merupakan apresiasi Bank Indonesia pada tahun 2021 lalu atas kegigihan Renny melestarikan budaya Batak lewat ulos dan mandar.
“Kami bertemu Bank Indonesia itu awal 2019. Ada tim dari BI Sumut yang turun ke Tarutung untuk mencari tahu tentang Dame Ulos. Singkat cerita, di situlah mulai berkolaborasi. Kami lebih banyak difasilitasi pelatihan pemasaran, juga pameran,” kata Renny.
Ulos dan mandar Tarutung Dame Ulos kini sukses menjelajah berbagai benua. Renny mengaku lebih mengencangkan pemasaran produk lewat media sosial.
Dengan ratusan mitra yang tersebar di Tarutung dan sekitarnya, Dame Ulos mampu menghasilkan wastra tradisional yang istimewa. Dalam sebulan, lebih dari Rp1 miliar omzet yang bisa diraih Dame Ulos.
Lebih jauh, Dame Ulos juga berupaya membuat para penenun terlihat dalam setiap karya ulos mereka.
“Di setiap ulos yang akan dijual ini, ada kertas berisi informasi soal motif dan maknanya. Kami cantumkan juga nama maker atau penenunnya di sana. Kami juga beberapa kali bikin live di medsos bersama penenun,” kata Renny. (K68)