Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha kelapa sawit merespons soal kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak goreng terbaru.
Adapun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan aturan DMO minyak goreng terbaru melalui Permendag No.18/2024 sebagai bagian dari perubahan Permendag No.49/2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.
Dalam beleid tersebut, Kemendag menurunkan volume DMO bulanan menjadi 250.000 ton dari sebelumnya 300.000 ton. Selain itu, Kemendag juga memberikan insentif tambahan berupa faktor pengali hak ekspor dengan syarat wilayah distribusi, kemasan hingga pelibatan BUMN pangan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai bahwa penurunan volume DMO bulanan menjadi 250.000 ton sudah ideal.
Adapun, Kemendag mencatat rata-rata kebutuhan minyak goreng di kalangan rumah tangga diperkirakan sekitar 257.000 ton per bulan.
Target volume DMO menjadi 250.000 ton per bulan dianggap dapat memenuhi konsumsi rumah tangga dengan asumsi 281,6 juta konsumen dan konsumsi per kapita sebesar 1,016 liter per bulan.
Baca Juga
"Untuk volume [DMO] turun berarti memang sebenarnya cukup dengan 250.000 ton," ujar Eddy saat dihubungi, Selasa (20/8/2024).
Eddy pun menilai, insentif tambahan yang ditawarkan pemerintah kepada produsen penyalur DMO cukup memadai. Menurutnya, faktor pengali hak ekspor 1:4 saat ini hingga tambahan faktor pengali hak ekspor berdasarkan wilayah penyaluran dan kemasan memang sudah seharusnya dilakukan untuk menggairahkan produsen dalam menjalankan DMO.
Insentif lebih besar sudah sewajarnya diberikan kepada produsen yang menyalurkan DMO MinyaKita ke daerah-daerah pelosok.
"Untuk ke daerah sulit memang, pengali [hak ekspor] harus lebih tinggi karena biaya transportasi lebih mahal. Saat ini [kebijakan DMO] sudah okay," ucapnya.
Secara terperinci, Kemendag resmi menambah insentif di antaranya bagi produsen yang menyalurkan MinyaKita ke wilayah Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo bakal mendapat tambahan faktor pengali hak ekspor sebesar 1,3 kali.
Selain itu, penyaluran DMO MinyaKita ke wilayah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Bengkulu, dan NTB dan Kalimantan Utara mendapatkan insentif tambahan pengali hak ekspor sebesar 1,5 kali.
Sementara penyaluran MinyaKita ke Maluku, Maluku Utara, Papua bakal mendapat tambahan pengali hak ekspor 1,65 kali. Insentif tambahan juga diberikan kepada produsen yang menyalurkan MinyaKita dalam kemasan bantal dengan faktor pengali 2 kali, dan kemasan botol atau standing pouch dengan faktor pengali 2,25 kali.
Dalam aturan terbaru, produsen yang menyalurkan MinyaKita melalui BUMN yaitu Bulog dan ID Food bakal mendapatkan tambahan faktor pengali ekspor sebesar 1,2 kali.
Dalam peraturan terbaru, Kemendag juga menaikkan HET MinyaKita dari sebelumnya Rp14.000 per liter menjadi Rp15.700 per liter. DMO pun hanya akan diakui dalam bentuk MinyaKita, sedangkan minyak curah dan crude palm oil (CPO) tidak lagi dihitung sebagai bagian DMO.