Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyadari tren penurunan lifting migas alias produk minyak bumi dan gas yang telah terjadi sejak tahun lalu, tahun ini, dan sedikit menguat pada tahun depan.
Sri Mulyani menyampaikan tahun depan target lifting minyak bumi sebesar 600.000 barel per hari (bph). Lebih tinggi dari outlook 2024 yang sejumlah 592.000 barel per hari, namun lebih rendah dari target awal 2024 yang sebanyak 635.000 barel per hari.
"Lifting minyak kita di 600.000 barel per hari dan lifting gas 1.005 ribu barel per hari equal minyak," ungkapnya dalam konferensi pers pekan lalu.
Pada tahun sebelumnya atau 2023, pemerintahan merencanakan lifting minyak dan gas masing-masing sebesar 660.000 bph dan 1.100 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph).
Realisasinya, lifting migas tidak sesuai ekspektasi yang masing-masing sebesar 605.500 bph dan 960.400 rbsmph.
Untuk itu, Sri Mulyani berusaha meningkatkan lifting dengan pemberian insentif fiskal, antara lain melalui skema bagi hasil dan rezim perpajakan hulu migas, yakni revisi Peraturan Pemerintah No. 27/2017 terkait cost recovery dan revisi PP No. 53/2017 terkait gross split.
Baca Juga
Pemerintah juga terus menggaungkan infrastruktur energi baru terbarukan. Mengingat, komposisi energi fosil masih mendominasi sebear 40% total penggunaan energi di Indonesia.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga mulai mengimplementasi energy transition mechanism (ETM), energi terbarukan, dan bursa karbon.
Untuk mendukung keterjangkauan energi, Sri Mulyani merencang anggaran ketahahan energi yang termasuk di dalamnya untuk subsidi dan kompensasi senilai Rp421,7 triliun.
"Kami mengalokasikan Rp421 triliun dari sisi untuk meningkatkan subsidi atau keterjangkauan maupun menjaga melalui berbagai instrumen fiskal agar produksi minyak dan gas meningkat," ungkapnya.
Bendahara Negara tersebut juga menegaskan bahwa dirinya selalu mendengar dan berkoordinasi dengan tim dari kementerian teknis serta menteri koordinator untuk melihat bagaimana instrumen fiskal dapat bekerja dan mendorong peningkatan lifting minyak dan gas.
Tren Lifting Minyak dan Gas
Indikator lifting | 2023 | 2024 | Outlook 2024 | RAPBN 2025 |
---|---|---|---|---|
Minyak (rbph) | 605,5 | 635 | 592 | 600 |
Gas (rbsmph) | 960 | 1.033 | 990 | 1.005 |
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Dalam paparan Sri Mulyani tertulis bahwa tren penurunan produksi ini berdampak pada defisit neraca minyak mentah yang semakin melebar. Per 2023, defisit tersebut sebesar US$9,4 miliar.
Selain mempengaruhi kinerja ekspor impor, rendahnya lifting migas ini nyatanya berpengaruh terhadap penerimaan negara di kala belanja yang ekspansif.
Tercatat per Juli 2024, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari SDA Migas harus terkontraksi hingga 6,4% (year-on-year/YoY) menjadi Rp64,5 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp68,9 triliun.
Hal tersebut karena penurunan lifting minyak bumi akibat tertundanya onstream, dan penyusutan produksi alamiah sumur migas yang tinggi sejalan dengan fasilitas produksi migas utama yang telah menua.