Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025.
Airlangga beralasan, kenaikan PPN 12% pada awal tahun depan itu sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Oleh sebab itu, jika pasal tersebut belum dibatalkan dengan UU lain maka kenakan PPN 12% akan tetap terjadi.
"[Tetap naik 12%] sesuai dengan HPP," ujar Airlangga di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa bingung karena banyak pihak yang soroti rencana kenaikan tarif PPN tersebut. Padahal, menurutnya, kenaikan PPN malah akan menjaga daya beli masyarakat.
Sri Mulyani menjelaskan, barang/jasa untuk kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, hingga transportasi tidak terkena PPN. Oleh sebab itu, dia menunjukkan data bahwa masyarakat kelas menengah hingga kaya merupakan kelompok yang paling banyak menikmati kebijakan PPN yang dibebaskan.
"Kalau kita lihat yang biru tua di atas ini [kebijakan PPN yang dibebaskan], mereka dinikmati bahkan lebih pada kelompok kelas menengah bahkan sampai ke atas [kelompok kaya] dalam hal ini," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN 2025 di Kantor Pusat DJP, Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
Baca Juga
Kendati demikian, sejumlah pihak seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah meminta pemerintah mengkaji ulang pemberlakuan kenaikan PPN tersebut.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani meyakini kebijakan tersebut malah akan memperburuk kondisi perekonomian karena sedang terjadi tren penurunan daya beli masyarakat.
Apalagi, dia mengingatkan jutaan penduduk kelas menengah turun kasta menurut temuan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI.
Tidak hanya itu, data makro ekonomi menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih ditopang kurang lebih sebanyak 60% oleh konsumsi rumah tangga. Oleh sebab itu, Ajib khawatir kenaikan tarif PPN malah akan membenahi pemerintahan presiden selanjutnya, Prabowo Subianto.
"Kalau pelemahan daya beli masyarakat ini terus dibebani oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif, maka target pemerintah Prabowo-Gibran yang membuat target pertumbuhan ekonomi cukup agresif akan menghadapi kendala," kata Ajib dalam keterangannya, Senin (12/8/2024).