Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) berencana melakukan penataan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang masih jauh tertinggal dibanding negara lain, untuk mengatasi polusi udara.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menuturkan pemerintah tidak berencana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, tetapi akan menaikkan kualitas BBM. Selain itu, memastikan subsidi BBM lebih tepat sasaran.
“Kualitas BBM di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara lain di dunia. Bahkan, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal oleh Vietnam dan Thailand,” kata Rachmat dalam keterangannya, Senin (5/8/2024).
Dia menyebut saat ini hanya terdapat tiga jenis bahan bakar yang memenuhi standar bahan bakar rendah sulfur dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm atau EURO 4 di Indonesia, yaitu diesel (B35) CN 51, bensin RON 95, dan bensin RON 98.
Sementara itu, lanjutnya, bahan bakar lain, seperti bensin RON 90, bensin RON 91, dan diesel CN 48 masih memiliki batas maksimal kandungan sulfur di atas 50 ppm, tetapi ditargetkan mencapai 50 ppm secara bertahap.
Saat ini, BBM bersubsidi masih memiliki kadar sulfur sebanyak 500 parts per million (ppm). Padahal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 mewajibkan kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar bensin untuk memenuhi standar emisi gas buang EURO 4 atau memiliki maksimal kandungan sulfur 50 ppm.
Baca Juga
Peneliti Senior Institute of Essential Services Reform (IESR) Julius Christian Adiatma memaparkan, sektor transportasi menyumbang polusi udara perkotaan terbesar, yaitu 47 persen.
"Peningkatan kualitas BBM merupakan cara yang efektif untuk mengurangi polusi udara dan juga mengurangi penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang diakibatkannya,” kata Julius.
Namun, dia menambahkan, jika kualitas BBM ditingkatkan menjadi sesuai standar EURO 4, polusi udara per komponennya akan turun lebih dari 70-90 persen.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Andri Perdana menambahkan, CORE mengkaji tiga skenario pengimplementasian kualitas BBM.
Pertama, skenario kenaikan anggaran subsidi dengan biaya ditanggung oleh APBN sepenuhnya. Kedua, skenario kenaikan harga BBM dengan tidak menambah anggaran untuk meningkatkan kualitas BBM, sehingga kenaikan biaya produksi dibebankan ke masyarakat.
"Ketiga, pembatasan subsidi BBM, yaitu dengan mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kualitas BBM," katanya.
Menanggapi paparan tersebut, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin menjelaskan di Indonesia program standar EURO baru dilakukan pada 2007, padahal di dunia program ini sudah dilaksanakan sejak 1994. Namun, peningkatan kualitas BBM di Indonesia masih belum efektif dijalankan.