Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengakui bahwa persaingan produk lokal dengan impor bakal semakin berat. Musababnya, produk impor kerap memiliki harga lebih murah lantaran produksi yang cenderung lebih efisien.
Oleh karena itu, Teten menilai sudah semestinya produk dan brand lokal meningkatkan kualitas untuk lebih berdaya saing. Dia pun membeberkan sederet upaya untuk mendongkrak daya saing produk lokal dari gempuran impor.
Salah satunya, Teten menyebut factory sharing. Dia mengeklaim, pihaknya tengah mendorong pembangunan rumah-rumah produksi untuk para UMKM bisa saling mengakses teknologi produksi yang lebih modern. Dengan begitu, efisiensi dalam biaya produksi bakal berdampak pada harga yang lebih kompetitif.
"Nanti kita akan terus adjust untuk menyesuaikan sesuai kebutuhan," kata Teten usai membuka Indonesia Clothing Summit 2024, di Smesco, Kamis (1/8/2024).
Jurus selanjutnya, Teten menyebut akses pembiayaan yang mudah kepada UMKM menjadi krusial. Dia mengakui, penyaluran kredit UMKM pun masih cenderung minim alias jauh dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 30% pada 2024.
"Hari ini baru sekitar 19%, susah sekali. Saya bilang ini susah kalau tidak ada inovasi di pembiayaan," ujarnya.
Baca Juga
Atas seretnya penyaluran kredit UMKM itu, Teten mengusulkan adanya credit skoring untuk UMKM mengakses kredit perbankan. Nantinya, penyaluran kredit oleh bank tidak perlu menggunakan agunan lagi sehingga UMKM penerima kredit dari bank akan bertambah.
Teten membeberkan, dirinya telah berkoodinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyusun infrastruktur kebijakan yang memungkinkan terlaksananya credit scoring dalam penyaluran pinjaman bank kepada UMKM.
"Kita ada 30 jutaan lebih UMKM yang belum mengakses pembiayaan. Kan nggak fair kalau usaha besar bisa mendapatkan pembiayaan, UMKM malah mendapatkan pembiayaan yang mahal," tuturnya.
Teten menambahkan, sebagai alternatif dari pembiayaan perbankan, UMKM juga tengah didorong untuk mendapatkan akses pembiayaan yang murah dengan melantai di bursa efek (pasar modal).
"Karena kalau di pasar modal kan murah, murah itu beginilah, kalau ke bank, kita pinjam duit ke bank, kalau bank kan usaha kita maju atau rugi tetap harus bayar. Tapi kalau dari pasar modal, pemegang saham kalau sedang rugi kan kita bagikan dividen, sehingga kita punya waktu untuk memulihkan kesehatan [usaha]," jelasnya.