Bisnis.com, JAKARTA - Industri logistik menyiapkan sejumlah siasat memperkecil celah para mafia impor beraksi di tengah huru-hara banjir barang impor ilegal.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan mengakui bahwa perusahaan logistik berisiko dimanfaatkan oleh oknum importir. Mafia impor itu disebut kerap memalsukan nama perusahaan (undername) untuk memuluskan aksinya.
"Mereka [mafia impor] menggunakan jasa perusahaan logistik, khususnya perusahaan pengurusan jasa kepabeanan [PPJK] itu biasanya importir menggunakan perusahaan lain, biasanya kalau sudah terungkap tindakannya importir yang sebenarnya kabur," ujar Akbar saat dihubungi, Senin (29/7/2024).
Oleh karena itu, Akbar mengaku bahwa ALFI terus mendorong dan mengingatkan perusahaan logistik yang menjadi anggota agar lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan. Misalnya dengan melakukan pengecekan mendetail ihwal pemilik barang sebelum melakukan kontrak pengiriman dan pengurusan barang impor maupun ekspor.
"Setelah itu, disarankan untuk melakukan kontrak, yang mana dalam kontrak tersebut mencantumkan ketentuan, kewajiban, dan tanggung jawab sesuai Standard Trading Condition [STC] ALFI," ungkapnya.
Dia pun menyarankan perusahaan logistik anggota ALFI yang bertindak sebagai PPJK agar tidak melayani importasi bagi perusahaan importir yang tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang. Para importir nakal yang tidak memiliki izin itu, kata Akbar, kerap menggunakan nama perusahaan lain yang memiliki izin impor.
Baca Juga
Akbar mengeklaim, sebagai asosiasi yang menaungi perusahaan logistik dan forwarder, ALFI telah bekerja sama dengan hampir seluruh Kementerian/Lembaga untuk mencegah terjadinya impor ilegal.
Industri logistik pun berharap Satuan Tugas (Satgas) impor dapat menelusuri pintu-pintu masuk barang ilegal hingga ke "pelabuhan tikus".
"Dengan adanya digitalisasi di pelabuhan internasional barang ilegal pasti terpantau, sehingga keberadaan pelabuhan tikus ini perlu dicari di mana tempatnya, mengingat Indonesia memiliki ribuan pulau," ucapnya.
Sebelumnya, temuan gudang penyimpanan barang-barang impor ilegal senilai lebih dari Rp40 miliar di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara oleh Satuan Tugas (Satgas) impor diduga turut menyeret perusahaan jasa logistik dalam negeri.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan bahwa hasil penyelidikan awal Satgas impor menemukan bahwa warga negara asing (WNA) telah menjalankan bisnis barang selundupan tersebut. WNA tersebut menyewa gudang kepada perusahaan logistik hingga menjual barang ilegal itu secara online.
"Ternyata ini importirnya orang asing. Nyewa gudang, minta dipacking barangnya, dia bayar, kemudian dijual secara online," ujar Zulhas, Jumat (26/7/2024).
Senada, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang mengatakan bahwa barang impor ilegal itu dikirim melalui jasa logistik hingga masuk ke gudang. Selanjutnya, penyedia saja logistik itu pun akan memproses pesanan barang berdasarkan permintaan dari penyewa gudang.
Dia memastikan barang impor tersebut ilegal lantaran pihak pengelola gudang tidak dapat menunjukkan kelengkapan dokumen terkait dengan legalitas barang tersebut.
"Yang jelas barang dikirim melalui logistik masuk ke gudang, nah nanti dari gudang kalau ada pesanan untuk dikirim ke pemesan, mereka kirim," jelasnya.