Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tidak akan berlaku bagi warung-warung tradisional.
Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Iyan Rubianto menyampaikan bahwa cukai MBDK akan menyasar ke industri yang memproduksi minuman siap saji, bukan ke warung-warung tradisional.
“Kalau di warung-warung kaya minuman teh, segala macam kopi, itu biasanya gulanya tidak sedikit, nanti kita tidak ke arah sana, tapi ke industri,” katanya dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai, dikutip Selasa (23/7/2024).
Dalam paparannya, pemerintah menyasar dua kelompok produk MBDK yang akan dikenakan cukai, yaitu minuman siap saji dan konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.
Iyan menjelaskan, untuk minuman siap saji, produk yang dikenai cukai, diantaranya sari buah kemasan dengan tambahan gula, minuman berenergi, minuman lainnya seperti kopi, teh, minuman berkarbonasi, dan lainnya, serta minuman spesial Asia seperti larutan penyegar.
Sementara itu, untuk konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran, yaitu yang berbentuk bubuk seperti kopi sachet, cair seperti sirup, kental manis, dan yang berbentuk padat seperti effervescent.
Lebih lanjut, pemerintah akan melakukan pembatasan atau menetapkan produk MBDK tidak dipungut cukai yang nantinya akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
Produk tersebut terbagi dalam tiga kategori. Pertama, untuk keperluan medis, seperti susu formula atau produk lainnya sesuai dengan masukan BPOM dan Kementerian Kesehatan.
Kedua, madu, jus sayur atau jus buah tanpa pemanis tambahan. Ketiga, minuman yang dijual dan dikonsumsi di tempat, misalnya di warung makan.
Iyan menambahkan untuk besaran tarif cukai MBDK, akan ditetapkan spesifik per liter berdasarkan kandungan gula.
Sebagaimana diketahui, hingga saat ini masih belum ada kepastian dari pemerintah terkait waktu pelaksanaan kebijakan tarif cukai untuk MBDK.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan bahwa pemerintah akan terus menyiapkan berjalannya kebijakan pengenaan tarif MBDK pada 2025 jika belum dapat diimplementasikan tahun ini.
“Disiapkan untuk 2025. Kalau sampai 2024 nggak bisa jalan, kami antisipasi lah. Tergantung pemerintah, kan kita harus ikutin posisi lintas K/L [persetujuan draf PP sebelum diserahkan ke Presiden],” katanya.