Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Ingin Ikuti Jejak Thailand, Menperin Agus Bakal Fokus ke Industri Padat Karya

Negara harus hadir dalam melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk-produk impor, baik itu legal maupun ilegal.
Pelabuhan Batuampar jadi salah satu pelabuhan utama ekspor impor di Kepri/istimewa
Pelabuhan Batuampar jadi salah satu pelabuhan utama ekspor impor di Kepri/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pemerintah akan fokus pada industri padat karya seiring dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Impor Ilegal.

Politisi Golkar itu menyampaikan, negara harus hadir dalam melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk-produk impor, baik itu legal maupun ilegal.

“Kita fokus ke padat karya, makanya saya kembali kepada jobs, jobs, jobs,” kata Agus saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jumat (19/7/2024).

Bukan tanpa alasan. Agus, mengutip laporan Reuters, menyampaikan bahwa Thailand tengah menghadapi dampak dari gempuran produk-produk impor murah dari China lantaran pemerintah setempat kurang tanggap untuk melakukan berbagai upaya yang dapat melindungi industri di negaranya.

Kondisi ini kata Agus, telah membuat daya saing industri Negeri Gajah Putih itu menurun dan diikuti tutupnya pabrik produsen mobil besar seperti Suzuki di Thailand, membuat ribuan pekerja kehilangan pekerjaan.

“Jadi kata kuncinya adalah negara harus hadir dalam melindungi industri dalam negeri,” ujarnya.

Pada hari ini, Jumat (19/7/2024), pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi membentuk Satgas Pengawasan Impor Ilegal, melalui Keputusan Menteri Perdagangan No.932/2024. Keputusan ini mulai berlaku sejak 18 Juli hingga Desember 2024.

Pembentukan Satgas ini menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memberantas impor ilegal yang memengaruhi ketahanan industri dalam negeri dan stabilitas perdagangan dalam negeri. 

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyampaikan, hadirnya Satgas ini bertujuan untuk menciptakan langkah strategis dalam pengawasan dan penanganan masalah impor, menciptakan koordinasi.

antar instansi yang efektif dalam pengawasan barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impor, dan menjalin komunikasi serta informasi antar instansi terkait dalam pengawasan dan penanganan permasalahan impor.

Terdapat tujuh komoditas yang akan diawasi oleh Satgas Pengawasan Impor Ilegal yaitu tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang tekstil sudah jadi lainnya. 

“Sementara itu, pengawasannya akan difokuskan pada gudang distributor dan importir,” kata Zulhas saat konferensi pers pembentukan Satgas di Kantor Kemendag, Jumat (19/7/2024).

Pengawasan yang akan dilakukan Satgas meliputi pengawasan berkala dalam rentang waktu tertentu, pengawasan khusus yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu berdasarkan pengaduan masyarakat, dan pengawasan terpadu jika butuh penanganan yang melibatkan instansi lainnya.

Adapun Satgas mulai beroperasi pekan depan, usai pemerintah merampungkan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) pada Senin (22/7/2024).

“Kepmendag tentang Satgas kami umumkan baru hari ini. Setelah merampungkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) pada Senin depan, satgas paling cepat mulai bekerja pada Selasa,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Thailand mencatat adanya peningkatan jumlah penutupan pabrik antara Juli 2023 dan Juni 2024. Menurut data terbaru Departemen Pekerjaan Industri Thailand, penutupan pabrik antara Juli 2023 dan Juni 2024 meningkat 40% dari 12 bulan sebelumnya. Demikian melansir Reuters, Jumat (19/7/2024).

Akibatnya, tingkat kehilangan pekerjaan melonjak hingga 80% selama periode yang sama, dengan lebih dari 51.500 pekerja kehilangan pekerjaan.

Jumlah pembukaan pabrik baru juga melambat, dengan ditutupnya pabrik-pabrik besar dan dibukanya pabrik-pabrik kecil sebagai gantinya, divisi penelitian Kiatnakin Phatra Bank mengatakan dalam catatan bulan Juni.

“Dampaknya telah menyebar ke industri-industri yang menjadi penggerak utama perekonomian, termasuk industri otomotif,” katanya.

Sementara itu, Ketua Federasi UKM Thailand Sangchai Theerakulwanich mengatakan bahwa produsen yang lebih kecil bergulat dengan kenaikan biaya produksi akibat naiknya harga energi dan upah yang relatif tinggi.

“Kami bersaing dengan perusahaan multinasional,” katanya. “Produsen yang tidak mampu beradaptasi dengan cepat terpaksa menutup bisnis atau beralih ke bisnis lain,” imbuhnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper