Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Investasi (Kadin) Indonesia berpendapat bahwa kebijakan perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat (AS) berpotensi lebih pragmatis jika Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani. Dia menuturkan bahwa kerja sama RI-AS di bawah kepemimpinan Trump sudah pernah dialami sebelumnya.
“Saya rasa [Trump] pragmatis ya orangnya, jika kita berbicaranya selalu transaksional. Berarti kepentingannya untuk kepentingan siapa,” jelasnya, ketika ditemui usai Kadin melakukan pertemuan dengan delegasi AS pada Kamis (11/7/2024).
Shinta menekankan bahwa Trump selalu memprioritaskan kepentingan Amerika Serikat, namun tetap membuka peluang untuk keuntungan bersama. Adapun orang yang lebih pragmatis dinilai dapat melihat keuntungan apa yang paling besar, yang bisa didapatkan untuk AS.
Menimbang hal tersebut, menurutnya Indonesia perlu melihat bagaimana caranya agar kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan tersebut.
Mengenai prospek perdagangan jika calon dari Partai Republik tersebut kembali menjadi Presiden, Shinta menuturkan bahwa ia belum bisa memastikan dengan jelas. Namun, ia mengingatkan beberapa kesepakatan perdagangan terbatas yang sempat dibicarakan pada masa pemerintahan sebelumnya.
Baca Juga
“Pada waktu zaman Trump terlihat, jadi ada beberapa aspek. Mungkin waktu itu pernah membahas seperti limited trade deal, yang sebenarnya [pada] zaman Biden tidak bisa improve. Saya tidak tahu apakah saat zaman Trump bisa kita bawa kembali, deal-deal seperti itu,” jelasnya.
Shinta juga menyoroti sistem saat ini yang lebih fokus pada mineral kritis dan lainnya tanpa adanya kesepakatan khusus. Jika Trump nantinya memimpin, ia menilai mungkin kesepakatan khusus akan terbuka dan dapat Indonesia bawa kembali.
Kabar Pilpres AS
Presiden AS Joe Biden diketahui menghadapi tekanan yang semakin besar dari partainya sejak dinilai sangat buruk dalam debat calon presiden (capres) dan berusaha untuk membuktikan kepada publik bahwa ia sehat secara fisik dan mental.
Pada Kamis (11/7) Joe Biden bahkan berupaya untuk menepis keraguan terhadap pencalonannya kembali di Pilpres AS. Namun, terdapat serangkaian kekeliruan dalam KTT NATO, yang berisiko meningkatkan kekhawatiran tersebut.
Biden kembali menarik perhatian ketika ia keliru memperkenalkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai Presiden Rusia Vladimir Putin dalam konferensi pers di sela-sela KTT NATO.
Bahkan, Biden juga salah menyebut Wakil Presidennya, Kamala Harris dengan Donald Trump, ketika menjawab pertanyaan pertama dalam konferensi pers tersebut.