Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Mei 2024 telah terealisasi sebesar Rp109,1 triliun.
Realisasi penerimaan tersebut turun 7,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, terutama dipengaruhi oleh penurunan bea masuk dan cukai hasil tembakau.
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi penerimaan bea masuk hingga Mei 2024 tercatat sebesar Rp20,3 triliun, turun tipis 0,5% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh penurunan tarif efektif bea masuk dari 1,46% menjadi 1,34%, juga tercatat adanya penurunan impor sebesar 0,4% yoy.
“Jadi dalam hal ini, volume impornya tidak naik dan tarifnya mengalami penurunan yang menyebabkan bea masuk kita flat,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (27/6/2024).
Sementara itu, realisasi penerimaan cukai hingga Mei 2024 tercatat sebesar Rp81,2 triliun, turun 12,6% secara tahunan.
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan penurunan dikarenakan adanya shifting produksi, di mana golongan I turun, sementara golongan II dan III naik.
“Ini tentu menimbulkan implikasi yang tidak diinginkan. Tentu dalam hal ini, karena tujuan dari cukai adalah mengendalikan konsumsi rokok, penerimaan cukai yang ditunjukkan dengan penurunan produksi, salah satu tujuan tercapai. Namun kita lihat shifting ini tentu perlu untuk kita waspadai,” jelasnya.
Di sisi lain, Kemenkeu mencatat penerimaan bea keluar hingga Mei 2024 terealisasi sebesar Rp7,7 triliun atau naik tinggi hingga sebesar 49,6%, yang terutama dipengaruhi oleh bea keluar tembaga sebesar Rp6,13 triliun atau tumbuh 1.135,5% yoy.
“Bea keluar tembaga realisasinya Rp6,13 triliun, tumbuh 1.135%. Ini karena implementasi kebijakan relaksasi ekspor tembaga atau mineral terutama sambil menunggu pembangunan smelter,” kata Sri Mulyani.
Meski demikian, imbuhnya, bea keluar produk sawit pada periode yang sama mencatatkan penurunan sebesar 67,6% yoy, yang disebabkan oleh penurunan rata-rata harga CPO 2024 sebesar 9,32% yoy, juga adanya penurunan volume ekspor produk sawit sebesar 9,68% yoy.
“Ini harganya turun, volume ekspor kita juga turun. Ini yang menyebabkan dari sawit kita mengalami penurunan yang sangat dalam yaitu 67,6% meskipun ada penerimaan bea keluar, yaitu dari mineral terutama dari sisi tembaga,” kata Sri Mulyani.