Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyambangi kantor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Rabu (26/6/2024), sekitar pukul 12.00 WIB.
Bahlil menuturkan bahwa kunjungan itu hanya sebatas makan siang dan silahturahmi bersama Arifin.
“Makan siang berdua sama Menteri ESDM, saya kan sama beliau senior junior,” kata Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/6/2024).
Bahlil enggan berkomentar saat ditanya ihwal mundurnya Eramet SA, perusahaan tambang asal Prancis dan pabrikan kimia asal Jerman, BASF SE dalam proyek hilirisasi nikel, Sonic Bay di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
“Makan siang saja,” kata Bahlil saat dikonfirmasi selepas meninggalkan Kementerian ESDM sekitar pukul 14.00 WIB.
Sebelum kedatangan Bahlil, perwakilan Eramet lebih dahulu menyambangi Kementerian ESDM. Perwakilan Eramet itu disambut oleh Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif.
Baca Juga
Hanya saja, Irwandy enggan berkomentar banyak ihwal kedatangan perwakilan Eramet tersebut.
“Hanya mengabarkan rilis [mundur dari proyek] yang kemarin,” kata Irwandy.
Seperti diberitakan sebelumnya, Eramet dan BASF semula akan menggarap proyek smelter nikel-kobalt yang akan memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik senilai US$2,6 miliar atau setara dengan Rp42,72 triliun (asumsi kurs Rp16.431 per US$) di Weda Bay, Maluku Utara.
Eramet menyatakan, setelah melakukan penilaian mendalam, termasuk strategi pelaksanaan proyek, kedua mitra memutuskan untuk tidak melakukan investasi tersebut.
Geoff Streeton, Chief Development Officer Eramet, mengatakan bahwa perusahaan akan terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai nilai baterai nikel untuk kendaraan listrik di Indonesia dan akan terus memberikan informasi kepada pasar pada waktunya.
"Eramet tetap fokus untuk mengoptimalkan sumber daya tambang Weda Bay secara bertanggung jawab untuk memasok bijih kepada produsen nikel lokal dan terus mengeksplorasi peluang untuk berpartisipasi dalam rantai baterai nikel untuk kendaraan listrik di Indonesia," kata Geoff seperti dikutip dari pernyataan resmi Eramet, dikutip Selasa (25/6/2024).
BASF juga menyatakan akan mundur dari proyek smelter nikel-kobalt tersebut. Keputusan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penjualan kendaraan listrik yang melambat.
BASF menyebut bahwa ketersediaan baterai berbasis nikel yang berkualitas secara global telah meningkat sejak proyek ini dimulai. Perusahaan tidak lagi melihat perlunya investasi sebesar itu.
Berdasarkan catatan Bisnis, BASF dan Eramet telah menandatangani kesepakatan untuk melakukan kajian pengembangan pabrik high-pressure acid leaching (HPAL) dan base metal refinery (BMR) di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara, sejak 2020.
Pabrik HPAL tersebut akan mengolah bijih nikel dari deposit Weda Bay menjadi produk antara nikel dan kobalt, sementara BMR akan memasok nikel dan kobalt untuk memproduksi precursor cathode active materials (PCAM) dan cathode active materials (CAM) untuk baterai litium kendaraan listrik.
Proyek yang kemudian diberi nama Sonic Bay tersebut direncanakan akan menghasilkan sekitar 67.000 ton nikel dan 7.500 ton kobalt per tahun.
Pada April 2023 lalu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut, sejumlah isu perizinan untuk komitmen investasi awal pembangunan pabrik bahan baku baterai listrik dari duet perusahaan eropa, BASF dan Eramet, mendekati rampung. Bahlil bahkan mengatakan komitmen investasi keduanya dapat direalisasikan pada awal semester II/2023.