Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bakal tetap mengoptimalkan peran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menjaga belanja subsidi dan kompensasi energi selepas Juni 2024.
Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu, Wahyu Utomo, mengatakan pemerintah bakal tetap mengalokasikan belanja subsidi dan kompensasi energi yang cukup intensif di tengah tren pelemahan rupiah dan penguatan harga minyak mentah dunia saat ini.
“APBN tetap dioptimalkan sebagai shock absorber sehingga peran subsidi dan kompensasi untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi daya beli menjadi penting,” kata Wahyu saat dihubungi, Selasa (25/6/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (25/6/2024), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus 2024 menguat 0,09% atau 0,07 poin ke level US$81,70 per barel pada pukul 07.47 WIB.
Kemudian, kontrak minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus 2024 juga menguat 0,03% atau 0,03 poin ke level US$86,04 per barel pada pukul 07.45 WIB.
Minyak berjangka WTI diperdagangkan mendekati US$82 per barel setelah naik 1,1% pada Senin (24/6). Minyak mentah Brent juga ditutup sekitar US$86 per barel.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, harga BBM nonsubsidi diperkirakan berpotensi naik di tengah pelemahan nilai tukar rupiah dan tren kenaikan harga minyak mentah dunia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menilai pemerintah cenderung menyesuaikan kembali harga BBM nonsubsidi setelah ditahan selama paruh pertama tahun ini.
Faisal mensinyalir pelemahan rupiah yang dibarengi dengan tren penguatan harga minyak mentah dunia belakangan menjadi pertimbangan pemerintah untuk melepas harga bahan bakar komersial itu mengikuti harga pasar saat ini.
“Menurut saya pada dasarnya pemerintah cenderung mencoba untuk menyesuaikan harga BBM,” kata Faisal saat dihubungi, Selasa (25/6/2024).
Kendati demikian, menurutnya, pemerintah bakal tetap berhati-hati untuk menyesuaikan kembali porsi belanja subsidi dan kompensasi energi yang telah ditahan pada paruh pertama tahun ini.
“Ada pelemahan nilai tukar rupiah ini membuat impor menjadi lebih mahal, lalu harga minyak mentah dunia juga sudah mulai bergerak naik,” tutur Faisal.