Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal sentimen negatif dari investor soal APBN 2025 atau tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto.
Pengelolaan fiskal pemerintah ke depan menjadi sorotan dan kekhawatiran pasar, termasuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah belakangan ini.
Airlangga menyampaikan bahwa hal tersebut tidak perlu menjadi kekhawatiran, Saat ini pun, rencana APBN untuk tahun 2025 yang akan dijalankan pemerintahan baru masih dibahas di DPR RI.
“Pembahasan APBN kan masih dibahas di DPR,” katanya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (21/6/2024).
Airlangga menyampaikan bahwa tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu adanya ketidakpastian terkait arah kebijakan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reseve (The Fed).
Di satu sisi, perekonomian AS relatif mencatatkan pertumbuhan yang baik. Di sisi lain, tingkat inflasi di negara tersebut masih belum turun mencapai target.
Baca Juga
Airlangga mengatakan bahwa secara fundamental, Indonesia pun relatif kuat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11% pada kuartal I/2024, tingkat inflasi yang rendah 2,84% pada Mei 2024, serta neraca perdagangan Indonesia yang masih mencatatkan surplus hingga Mei 2024.
“Jadi fundamental kita kuat, hanya tentu faktor sentimental regional yang harus kita jaga, tentu yang perlu kita jaga investasi kita harus genjot ke depan, kemudian devisa hasil ekspor [DHE] kita dorong,” jelasnya.
Airlangga juga memastikan bahwa tingkat defisit APBN pada 2025, di bawah pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto, akan tetap dijaga pada tingkat di bawah 3%.
“Indonesia di bawah 3%, jadi jangan panik-panik sendiri. Tetap di bawah 3%,” kata Airlangga yang juga merupakan Ketua Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran.
Pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), Kamis (20/6/2024), Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa secara fundamental, nilai tukar rupiah seharusnya berada pada level di bawah Rp16.000 per dolar AS.
Namun demikian, faktor informasi dan sentimen atau persepsi sangat mempengaruhi pergerakan dari nilai tukar rupiah, yang telah tercermin akhir-akhir ini.
Di samping ketegangan geopolitik dan adanya kebutuhan valas korporasi yang tinggi, salah satu persepsi yang juga mempengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah adalah adanya kekhawatiran investor terhadap kesinambungan fiskal Indonesia di bawah pemerintahan yang baru nantinya.
“Muncul persepsi, belum tentu benar. Jangan diyakini kalau persepsi, persepsi akan sustainabilitas fiskal ke depan. Ini persepsi. Persepsi ini faktor teknikal jangka pendek,” kata Perry.