Bisnis.com, JAKARTA – Neraca Perdagangan Indonesia pada Mei 2024 diproyeksikan akan melanjutkan tren surplus yang sudah berlangsung selama empat tahun terakhir.
Berdasarkan data konsensus ekonom dari Bloomberg, angka rata-rata proyeksi neraca perdagangan dari 23 ekonom senilai US$3,42 miliar. Lebih sedikit dari realisasi neraca perdagangan April 2024 yang senilai US$3,56 miliar.
Proyeksi tertinggi yakni terjadi surplus senilai US$22,88 miliar yang berasal dari Kepala Ekonom Citigroup Securities Indonesia Helmi Arman. Meski tercatat terus mengalami surplus, nyatanya surplus neraca dagang yang terjadi justru terus menyempit sejak Maret tahun ini.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk. Mika Martumpal justru memprediksi akan terjadi defisit neraca perdagangan pada Mei 2024 senilai US$650 juta.
Salah satu ekonom yang tergabung dalam konsensus, yaitu Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual menyebutkan proyeksi neraca dagang yang lebih rendah dari bulan sebelumnya terjadi akibat harga
“Harga komoditas secara year-on-year [yoy] cenderung meningkat, terutama coal, CPO, dan oil,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/6/2024).
Baca Juga
Di samping itu, angka nominal impor berpotensi naik atau rebound dari sebelumnya, setelah turun saat ada efek musiman Hari Raya Idulfitri atau Lebaran.
Senada, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede yang meramal surplus berada di angka US$2,13 miliar, memperkirakan pertumbuhan ekspor tahunan sebesar 1,55% yoy pada Mei 2024.
Secara bulanan, ekspor juta diperkirakan akan meningkat 12,38% (month-to-month/mtm) seiring dengan normalisasi kegiatan ekonomi setelah liburan Idulfitri.
“Harga CPO meningkat secara bulanan pada Mei 2024, didorong oleh kenaikan harga barang substitusi seperti minyak kedelai, di tengah penurunan pasokan minyak nabati secara global,” tuturnya, Selasa (18/6/2024).
Impor Mulai Naik
Bukan hanya ekspor, impor secara bulanan juga mengindikasikan pertumbuhan yang lebih tinggi dengan ekspektasi akselerasi sebesar 24,05% mtm.
Kenaikan ini terutama disebabkan oleh berakhirnya efek Hari Raya Idulfitri dan pertumbuhan bulanan dua digit yang dilaporkan pada ekspor China ke Indonesia.
Secara umum, Josua menilai semakin sempitnya surplus neraca perdagangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain normalisasi harga komoditas secara bertahap, permintaan domestik yang relatif resilien, dan potensi dampak peningkatan ketidakpastian global terhadap permintaan global.
Pada April 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus US$ 3,56 miliar. Sementara angka kumulatif, surplus neraca perdagangan sejak Januari-April2024 mencapai US$10,87 miliar.
Utamanya, ditopang oleh komoditas nonmigas, yaitu sebesar US$5,175 miliar dengan komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak atau minyak hewan nabati (HS 15), besi dan baja (HS 72).
Adapun, BPS akan mengumumkan capaian neraca dagang Indonesia Mei 2024 pada besok, Rabu (19/6/2024) pukul 11.00 WIB.