Bisnis.com, JAKARTA - Berbekal luasnya lahan pertanian subur yang mampu menghasilkan produk hasil bumi organik, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam rantai pasok makanan organik dunia.
Kepala Divisi NIA, Trade Finance & Financing Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Berlianto Wibowo menjelaskan bahwa peluang itu semakin terbuka menilik nilai transaksi makanan organik global yang diprediksi mencapai US$546,97 juta pada 2032 dengan rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) 11,6% sejak 2023 sampai 2032.
Sejalan dengan itu, ternyata data Biro Pusat Statistik (BPS) pun membuktikan bahwa buah-buahan dan rempah asal Indonesia menjadi incaran pasar internasional, utamanya yang telah memenuhi standar produk pertanian organik.
"Sejalan dengan peningkatan ekspor produk pertanian organik ini, LPEI atau Indonesia Eximbank selaku Special Mission Vehicle [SMV] Kementerian Keuangan RI terus mendorong ekspor produk organik ke berbagai negara, khususnya Eropa dan Amerika Serikat," jelasnya dalam keterangan resmi, Sabtu (15/6/2024).
Riset Tim Economist LPEI menunjukkan bahwa berdasarkan data BPS terkait ekspor nasional, produk buah-buahan berkontribusi sebesar US$637,93 juta dengan total volume ekspor meningkat 10,28% secara tahunan (yoy) yang mencapai 1,20 juta ton sepanjang 2023.
Tren positif berlanjut pada periode Januari-Maret 2024, di mana nilai ekspor produk buah-buahan mencapai US$262,44 juta, tercatat naik 65,37% yoy dari sebelumnya US$158,70 juta pada periode Januari-Maret 2023.
Baca Juga
Sedangkan untuk rempah-rempah, sepanjang 2023 tercatat mencapai US$613,79 juta dengan peningkatan volume hingga 26,75% yoy yang mencapai 157,79 ribu ton. Lantas, pada periode Januari-Maret 2024 pun terjadi peningkatan 13,58% yoy, dengan total nilai ekspor US$178,47 juta.
Menilik tren positif ini, Berlianto menyebutkan bahwa LPEI terus berkomitmen untuk mendukung agar produk lokal Indonesia untuk berani mendunia dengan memberikan berbagai fasilitas unggulan bagi para pelaku usaha.
Salah satunya, LPEI akan mendukung para pelaku usaha berorientasi ekspor untuk mengembangkan usahanya melalui pemberian fasilitas Penugasan Khusus Ekspor (PKE).
"Program PKE ini menyediakan fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk transaksi atau proyek yang mungkin sulit dilaksanakan secara komersial, tetapi dianggap penting oleh pemerintah untuk mendukung kebijakan atau program ekspor nasional," jelasnya.
Hingga bulan April 2024 tercatat LPEI telah melakukan disbursement fasilitas PKE hingga Rp15,2 triliun dengan total lebih dari 90 negara tujuan ekspor. Salah satu upaya dalam mendukung pelaku UKM, LPEI memberikan dukungan melalui fasilitas PKE UKM yang hingga April 2024 telah disalurkan senilai Rp1.023 miliar.
Sebagai contoh, PT Mega Inovasi Organik (MIO) menjadi salah satu debitur LPEI yang mendorong produk organik Indonesia berani mendunia, melalui penerapan konsep pertanian organik terintegrasi dimana dalam satu lahan petani diarahkan untuk menanam berbagai macam produk organik yang diminati pasar Eropa dan Amerika Serikat sebagai langkah diversifikasi hasil pertanian.
Dalam satu lahan seluas 2.000-3.000 meter persegi, petani menanam gula kelapa, buah-buahan seperti markisa, manggis, mangga, nanas, sirsak, bumbu dan rempah seperti daun pandan, vanila, jahe, kunyit, dan temulawak.
Pemilik sekaligus Direktur Mega Inovasi Organik Dippos Naloanro mengatakan sejak didirikan pada 2011, MIO memiliki visi untuk membangun ekosistem pertanian organik di Indonesia.
"Saat pandemi Covid-19, ketika permintaan pangan turun namun produk organik di seluruh dunia tetap tumbuh 10% karena pasar sudah mulai paham dan peduli tentang isu-isu kesehatan, terutama bahan-bahan kimia yang digunakan dalam sebuah produk. Menurut saya dalam 20 tahun ke depan produk organik akan take over karena dunia ke arah produk organik," ungkapnya.
Anro mengatakan potensi ekspor produk organik sangat besar, sebagai contoh untuk jenis buah segar markisa organik dapat diserap hingga 1 ton per minggu oleh pasar Eropa.
Menurutnya, produk organik digemari pasar internasional karena lebih sehat dan bebas dari bahan kimiawi yang memiliki dampak pada kesehatan.
Untuk itu, MIO terus menggandeng para mitra petani untuk melakukan edukasi dan membina para petani untuk melakukan sertifikasi produk organik untuk pangsa pasar ekspor dan dalam negeri.
Saat ini MIO telah bermitra lebih dari 2.500 petani dari Sumatera, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur untuk menghasilkan berbagai produk organik terintegrasi dalam satu lahan, mulai dari gula kelapa, buah-buahan organik, rempah-rempah, hingga beras untuk pasar ekspor Eropa, Amerika Serikat, dan Asia.
Ke depan, MIO akan terus menyerap setiap hasil produk yang dihasilkan oleh mitra petani yang telah menjalankan praktik pertanian standar organik. Contohnya adalah tanaman rempah endemik asal Sumatera Utara, Andaliman, yang hanya tumbuh di sekitar Danau Toba.
Andaliman merupakan rempah-rempah sejenis lada yang memiliki aroma yang lebih kuat dan kaya rasa dibandingkan Sichuan Pepper dan disukai oleh masyarakat Jerman.
Andaliman tumbuh liar di sekitar danau Toba dengan pohon yang penuh akan duri. Sebelumnya, saat panen tiba, tidak jarang petani terluka saat memanjat dan memanen Andaliman.
Sayangnya, perjuangan petani tidak sebanding dengan harga jual saat musim panen. Sebelum masa panen, harga Andaliman dijual hingga Rp150.000 per kilogram. Namun, saat musim panen raya satu tahun sekali di setiap Mei-Agustus harga andaliman terjun bebas ke harga terendah Rp10.000 per kilogram.
"Saya katakan ke mitra petani di Danau Toba, Andaliman ini memiliki pasar di Eropa. Kita akan beli harganya empat kali lipat dari harga pasar di saat panen raya. Mereka semua riang gembira karena mereka dapat menikmati harga bagus di saat panen raya Andaliman,” katanya.
Selain Andaliman, PT MIO juga ikut melestarikan tanaman rempah endemik lainnya, yaitu Kemukus yang hanya tumbuh di Jawa Tengah.
"Kemukus ini memiliki pangsa pasar niche di Eropa. Beberapa konsumen mengolahnya untuk menjadi campuran minuman ataupun campuran rempah dalam mengolah makanan daging untuk lebih kaya rasa," katanya.
Menurutnya, selama ini LPEI berperan signifikan dalam mendukung pelaku ekspor seperti dirinya, terutama karena kecepatan mereka dalam memberikan fasilitas keuangan.
"Kolaborasi ini dapat ditingkatkan ke level yang lebih tinggi lagi yaitu LPEI dapat membantu komunitas-komunitas petani ini menjadi komunitas petani penghasil devisa seperti konsep Desa Devisa LPEI agar petani dapat lebih bertumbuh lagi produksi dan kualitasnya," katanya.