Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Keyakinan Konsumen Anjlok Pasca-Lebaran, Pengusaha Masih Optimistis

Penurunan Indeks Keyakinan Konsumen atau IKK pada Mei melemah, tetapi masih dalam fase optimistis.
Konsumen memilih barang kebutuhan di salah satu supermarket di Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Konsumen memilih barang kebutuhan di salah satu supermarket di Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha meyakini Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang melemah pada Mei 2024, masih menyimpan geliat ekonomi seiring masih pada level optimistis.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani memandang penurunan IKK pasca-lebaran merupakan hal yang wajar. Dia merujuk pada historis data IKK dari tahun-tahun sebelumnya yang melandai usai lebaran.

"Justru dalam pandangan kami penurunan IKK pada Mei 2024 masih sangat suportif terhadap penciptaan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah 5%, karena penurunannya cukup landai," ujar Shinta saat dihubungi, Senin (10/6/2024).

Menurutnya, secara keseluruhan, level indeks hasil survei Bank Indonesia masih sangat solid di tingkat ekspansif. Namun, dia mengakui adanya kekhawatiran terhadap indeks ekspektasi penghasilan masyarakat yang turun dibandingkan pada di bulan Ramadan dan lebaran yang terdongkrak imbas adanya Tunjangan Hari Raya (THR).

Di sisi lain, tingginya suku bunga kredit yang tinggi saat ini, kata Shinta, juga telah menggerus konsumsi durable goods di masyarakat.

"Karena itu, kami perlu terus monitor apakah bisa diartikan bahwa penurunan indeks ini sebagai penurunan daya beli masyarakat yang signifikan dan mengganggu potensi ekspansi usaha?," tuturnya.

Konsistensi kebijakan pemerintah yang mendukung kepastian berusaha dianggap menjadi penentu ekspansi usaha di sektor riil di tengah masa transisi pemerintahan saat ini. Dengan kebijakan yang berpihak kepada iklim usaha dan investasi, kata Shinta, kinerja sektor riil akan terus tumbuh positif berkontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja, penghasilan, dan daya beli masyarakat.

Sementara itu, Staf Ahli Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Yongky Susilo menilai gejala konsumsi yang melambat telah terlihat sejak 2023. Menurutnya, kondisi ini akan berisiko menghambat ekspansi bisnis pelaku usaha dan investasi domestik.

"Ini semua sebenarnya sudah terlihat dari 2023, bad performance di konsumsi. 2024 ternyata juga tidak memenuhi ekspektasi pertumbuhan yang tinggi," tuturnya saat dihubungi.

Oleh karena itu, untuk menggenjot ekspansi usaha di sisa tahun berjalan, pemerintah didesak untuk meningkatkan daya beli konsumen kelas bawah melalui pemberian bantuan langsung tunai (BLT) atau bantuan sosial (bansos) lainnya hingga akhir tahun.

Selain itu, Yongky juga mengusulkan agar pemerintah tidak mengeluarkan pajak-pajak baru lainnya sampai akhir 2024 untuk mendongkrak daya beli. Stabilitas harga kebutuhan pokok yang terjangkau juga dianggap menjadi krusial.

Dari sisi usaha, kata Yongki, pemerintah bisa menggelontorkan insentif untuk ekspansi bisnis di dalam negeri.

"It's all about daya beli, turunkan harga atau naikkan income," ucapnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi turun pascaLebaran atau Hari Raya IdulFitri 2024. 

Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI menyampaikan bahwa kondisi tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Mei 2024 sebesar 125,2 dan berada dalam level optimis (>100).

IKK pada Mei 2024 tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 127,7.

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Mei 2024 tercatat masing-masing sebesar 115,4 dan 135,0, meski turun dari masing-masing sebesar 119,4 dan 136,0.

Sementara itu, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durable Goods) tetap terjaga pada area optimis, masing-masing sebesar 113,6 dan 112,7.

Lebih lanjut, IEK terutama ditopang oleh ekspektasi penghasilan sebesar 139,0, sementara ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha juga tercatat berada dalam zona optimis masing-masing sebesar 134,5 dan 131,6.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper