Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alarm Dampak Rupiah Melemah Jelang Rilis Inflasi Hari Ini Senin (3/6)

Tren rupiah melemah yang masih berlanjut membuat risiko terkait imported inflation masih perlu diwaspadai.
Karyawan menunjukan uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom mewanti-wanti risiko peningkatan inflasi, terutama disebabkan oleh imported inflation, seiring dengan tren nilai tukar rupiah yang masih cenderung melemah.

Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya mengatakan bahwa risiko tersebut perlu tetap diwaspadai meski laju inflasi diperkirakan kembali melandai pada periode Mei 2024. 

“Risiko terkait imported inflation masih perlu diwaspadai seiring dengan melemahnya nilai tukar yang berlanjut pada Mei 2024 ini,” katanya kepada Bisnis, Minggu (2/6/2024).

Banjaran memperkirakan, inflasi pada Mei 2024 akan mencapai 0,7% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Sementara secara tahunan, tingkat inflasi diperkirakan mencapai 2,95% (year-on-year/yoy), turun tipis dibandingkan dengan inflasi pada April 2024 yang sebesar 3,0%.

Banjaran mengatakan, lebih rendahnya perkiraan inflasi pada Mei 2024 tersebut didorong oleh inflasi volatile food yang diperkirakan lebih rendah, terutama seiring sudah mulai masuknya musim panen dan meningkatnya impor. 

Senada, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan bahwa potensi risiko inflasi kedepannya masih terlihat dan harus dimitigasi dengan baik. 

Menurutnya, jika tren pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut, maka dapat berdampak negatif pada tingkat harga domestik melalui inflasi impor. 

Di sisi lain, yang perlu diwaspadai juga kata Riefky adalah beberapa lembaga iklim memperkirakan potensi terjadinya fenomena La Nina pada kuartal III/2024 yang dapat berdampak negatif terhadap produksi pangan hortikultura. 

“Oleh karena itu, mitigasi risiko dan pengelolaan pasokan pangan masih diperlukan hingga sisa tahun 2024,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper