Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah mempertimbangkan usulan peritel agar relaksasi harga acuan penjualan gula diperpanjang.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa penyesuaian Harga Pokok Penjualan (HPP), Harga Acuan Penjualan (HAP) maupun Harga Eceran Tertinggi (HET) membutuhkan pertimbangan berbagai faktor. Mulai dari faktor biaya produk di petani, daya beli masyarakat hingga angka inflasi.
Dia memastikan, bahwa pihaknya akan terus mengkaji untuk harga gula yang wajar bagi petani di hulu, serta harga di pedagang dan konsumen di hilir.
Menurutnya, relaksasi harga acuan penjualan gula yang telah dilakukan sejak awal April 2024 dapat menjaga harga di petani tidak anjlok saat panen raya. Dengan begitu, nilai tukar petani (NTP) tetap terjaga di atas 100.
"Ini tujuan relaksasi HAP, supaya harga petani tidak jatuh saat panen raya," ujar Arief saat dihubungi, Kamis (30/5/2024).
Arief pun membeberkan bahwa penetapan harga gula yang baru akan dirumuskan dalam bentuk aturan baku melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan). Namun, dia tidak merinci besaran harga gula yang tengah dirumuskan serta waktu Perbadan baru itu akan dirilis.
Baca Juga
Adapun sejak 5 April 2024, Bapanas telah menetapkan relaksasi harga penjualan gula di ritel modern sebesar Rp17.500 - Rp18.500 per kilogram berdasarkan wilayah. Kebijakan relaksasi harga penjualan gula di ritel itu akan berakhir pada besok, 31 Mei 2024.
"Semua dalam proses ke Perbadan. Tunggu penetapan," ungkapnya.
Arief menambahkan, selain mempertimbangkan kebijakan harga gula, penyediaan gula sebagai cadangan pangan pemerintah (CPP) juga menjadi fokusnya saat ini. Dia menekankan bahwa pengadaan gula untuk CPP akan diutamakan dari produksi dalam negeri di tengah musim giling tebu yang mulai berlangsung saat ini.
"Nomor satu disiapkan CPP, utamanya produksi dalam negeri," ucapnya.
Menyitir Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga gula pasir di tingkat konsumen pada Mei 2024 tercatat sebesar Rp18.370 per kilogram. Harga rata-rata gula saat ini lebih tinggi 27,2% dibandingkan harga pada Mei 2023.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey mengatakan, relaksasi harga penjualan gula tersebut sangat membantu peritel dalam memenuhi pasokan gula di gerai-gerai ritel modern, di tengah melambungnya harga gula.
“Saya rasa harus [diperpanjang],” kata Roy saat ditemui di Kota Kasablanka Hall, Rabu (29/5/2024).
Menurutnya, kebijakan relaksasi ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyediakan ketersediaan pangan di tingkat masyarakat.
Sebaliknya, saat relaksasi harga acuan gula dicabut, dia khawatir akan terjadi kelangkaan stok di gerai ritel modern lantaran peritel tidak mampu memenuhi stok akibat tingginya harga gula di tingkat produsen.
“Akhirnya kami tidak membeli dan ujung-ujungnya adalah langka di ritel. Kan kami enggak mungkin beli mahal jual murah,” ujarnya.
Adapun, Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Yadi Yusriadi mengatakan, pasokan gula bakal segera melimpah karena beberapa pabrik gula mulai melakukan giling tebu. Dia menyebut, harga lelang gula sebelum musim giling berada di atas Rp15.000 per kilogram.
"Saat ini mulai turun di bawahnya. Ada kecenderungan di sekitar Rp14.500 per kilogram," ujar Yadi saat dihubungi, Selasa (28/5/2024).
Dia pun memperkirakan harga lelang gula bisa ditahan tidak melampaui Rp15.000 per kilogram selama musim giling yang diprediksi terjadi hingga Oktober 2024. Dengan harga lelang gula di level Rp15.000 per kilogram, maka penjualan di ritel bisa ditahan di angka Rp17.500 per kilogram.