Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontribusi Manufaktur Bisa Tembus 25%, Asalkan RI Tak Banjir Impor Barang Jadi

Banjir impor produk jadi tekstil disebut-sebut menghambat laju pertumbuhan manufaktur.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menanggapi sasaran pertumbuhan manufaktur pada era transisi pemerintahan baru yang membidik 5,5%-6,1% pada 2025 mendatang. Target tersebut harus dimulai dari perbaikan pasar domestik yang masih banjir barang impor.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan (API) Jemmy Kartiwa mengatakan apabila pasar domestik bisa dikuasai sepenuhnya oleh produk tekstil lokal, maka kontribusi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bisa tembus 25%.

"Kalau pemerintah bisa melindungi pasar domestik dari serbuan barang-barang impor, maka kontribusi industri olahan atau manufaktur pada PDB bisa dengan mudah naik ke angka mendekati 25%," kata Jemmy kepada Bisnis, Selasa (28/5/2024).

Namun, Jemmy menerangkan pelaku usaha tekstil saat ini kurang optimistis dengan minimnya perlindungan dagang dan kebijakan yang mengatur persaingan dagang yang adil di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut dia, dalam hal persaingan pasar dalam negeri, tanpa adanya regulasi yang mengatur tentang standar sebuah produk seperti penggunaan label berbahasa Indonesia dan sertifikat merek maka produk asing dapat masuk ke pasar dalam negeri dengan bebas, terutama produk jadi.

"Dengan kebebasan tersebut, maka ketahanan industri dalam negeri tidak dapat bertahan dan lama-kelamaan industri dalam negeri akan runtuh," tuturnya.

Namun, dari sisi perdagangan internasional, banyak negara masih dalam kondisi inflasi yang tinggi. Negara-negara tersebut, seperti India dan Uni Eropa, memproteksi pasar dalam negerinya dengan non-tariff barriers seperti standarisasi dan sertifikasi lingkungan.

Selain itu, Uni Eropa yang merupakan negara tujuan  ekspor kedua Indonesia akan memberlakukan two-steps process dan no coal energy. Kebijakan ini mewajibkan setiap produk yang ingin masuk ke dalam pasar dalam  negeri Eropa harus diproses 2 tahap di dalam negeri negara produsen dengan menggunakan bahan baku lokal negara produsen serta tidak menggunakan energi batu bara.

"Kami menyarankan kepada Pemerintah untuk mendukung kebijakan pertumbuhan dan perlindungan terhadap industri padat karya yang terkoneksi strategis dari hulu ke hilir dengan menjaga pentingnya ekosistem industri tekstil agar tercipta seluas-luasnya lapangan kerja," tuturnya.

Di sisi lain, kontribusi pada PDB dari industri olahan saat ini masih rendah di kisaran 18%, maka harus ada kebijakan yang meningkatkan iklim investasi sekaligus penegakan hukum yang kuat, agar tidak terjadi lagi market desruptif dari produk-produk impor yang mengganggu kapasitas output industri domestik.

"Banyak negara berkembang mampu mencapai target itu, karena kebijakan berpihak pada industri," imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper