Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal, berpendapat rencana perampingan anggaran kompensasi dan subsidi energi bakal kembali menekan daya beli masyarakat di tengah tren pelemahan saat ini.
“Secara umum ini akan ada potensi penurunan daya beli, ketika sudah diberlakukan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat tidak membaik,” kata Faisal saat dihubungi, Senin (27/5/2024).
Seperti diketahui, badan fiskal menargetkan keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi pada APBN mendatang dapat menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp67,1 triliun per tahun.
Reformasi subsidi itu dilakukan di antaranya lewat kenaikan kembali tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga kaya golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) serta golongan pemerintah (P1, P2, P3).
Rencana itu disampaikan otoritas fiskal yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, yang bakal menjadi dasar belanja pemerintahan baru, Prabowo Subianto.
Selain reformasi kompensasi dan subsidi di bidang kelistrikan, pemerintah juga menyasar pada kategori konsumen untuk komoditas liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) dan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite sekaligus Solar.
Baca Juga
Pemerintah menargetkan pengendalian penerima subisidi LPG 3 Kg dapat mengurangi konsumsi tabung gas melon itu sebesar 1 juta ton per tahun.
Selanjutnya, pengetatan penerima subisidi Pertalite dan Solar ditargetkan dapat memangkas volume konsumsi bahan bakar minyak itu sebesar 17,8 juta KL per tahun.
Faisal berharap pemerintah dapat fokus pada perbaikan penyaluran anggaran subsidi dan kompensasi energi tersebut agar lebih tepat sasaran di tengah masyarakat.
Di sisi lain, dia menilai negatif, manuver pengetatan anggaran subsidi dan kompensasi itu dilakukan untuk mengakomodasi program-program politis seperti penambahan jumlah kementeiran atau lembaga serta program makan siang gratis.
“Yang perlu diperbaiki adalah mekanisme control supaya tidak salah sasaran, ini kan yang selama ini disampaikan subsidi energi itu banyak tidak tepat sasaran,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan, perseroan masih menunggu arahan dari pemerintah ihwal target pemangkasan volume konsumsi Pertalite dan Solar subsidi sebesar 17,8 juta kiloliter per tahun.
“Belum pernah ada diskusi dan juga penetapan terkait itu, masih dalam kajian,” kata Riva di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Riva mengatakan, perseroannya masih menantikan arahan lebih lanjut ihwal rencana pengendalian konsumsi Pertalite dan Solar tersebut di tengah masyarakat.