Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa neraca perdagangan Indonesia pernah mengalami surplus selama 12 tahun 11 bulan beruntun sejak Juni 1995 hingga April 2008.
Jika dikalkukasikan, neraca perdagangan Indonesia pada periode tersebut mengalami surplus selama 155 bulan beruntun.
“Berdasarkan catatan BPS, surplus terpanjang pernah terjadi berturut-turut pada Juni 1995 sampai dengan April 2008,” kata Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Rabu (15/5/2024).
Pudji menyampaikan, setelah periode tersebut, neraca perdagangan Indonesia juga pernah mencatatkan surplus selama 18 bulan berturut-turut, yaitu sejak Januari 2016 hingga Juni 2017.
Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia saat ini telah mencatatkan surplus selama 48 bulan atau 4 tahun beruntun sejak Mei 2020 hingga Mei 2024.
“Akumulasi surplus neraca perdagangan Indonesia selama 48 bulan beruntun hingga April 2024 adalah sebesar US$157,21 miliar,” jelasnya.
Baca Juga
Pudji mengatakan neraca perdagangan Indonesia pada April 2024 mencatatkan surplus sebesar US$3,56 miliar, meski lebih rendah dari surplus pada Maret 2024 sebesar US$4,58 miliar.
Surplus neraca perdagangan tersebut ditopang oleh surplus komoditas nonmigas, yaitu sebesar US$5,17 miliar, dengan komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).
Di sisi lain, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$1,61 miliar, dengan komoditas penyumbang defisit diantaranya hasil minyak dan minyak mentah.
Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia tahun ini, sejak Januari 2024 hingga April 2024 mencapai US$10,97 miliar, turun sebesar US$5,08 miliar dari periode yang sama pada 2023.