Bisnis.com, JAKARTA - Perum Bulog menyebut depresiasi nilai Rupiah memberikan dampak langsung terhadap biaya importasi beras dan jagung.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi di sela-sela kegiatan Halal Bihalal di Kantor Perum Bulog, Kamis (25/4/2024).
“Jadi tonase dikali dengan harga dikali dengan kurs. Kalau kursnya naik 10% maka total kebutuhan biaya untuk membayar impor naik 10%. Itu langsung sifatnya,” ungkap Bayu, Kamis (25/4/2024).
Adapun asumsi dolar yang digunakan dalam perhitungan biaya Bulog adalah asumsi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Untuk diketahui, nilai tukar Rupiah dalam asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024 disepakati sebesar Rp15.000 per dolar AS. Sementara, berdasarkan data Bloomberg, Rupiah tercatat turun 0,20% atau 32 poin ke posisi Rp16.187 per dolar AS pada Kamis (25/4/2024).
“Anda bisa melihat perbedaan antara dolar riil dengan asumsi APBN, disitulah terjadinya kenaikan biaya Bulog,” katanya.
Baca Juga
Melihat kondisi saat ini, Bayu melihat perlunya kebijakan stabilisasi pangan jangka panjang untuk mengelola risiko-risiko yang tidak terduga seperti pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Menurutnya dengan adanya kebijakan tersebut, dampak yang ditimbulkan dari pelemahan Rupiah terhadap biaya impor dapat diminimalisir.
“Bukan karena kita ingin impor dalam jangka panjang tapi kita bisa membuat perencanaan dan melakukan antisipasi risiko yang mungkin terjadi,” tegasnya.
Saat ini, Perum Bulog telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan serta perbankan yang membiayai untuk dapat melakukan perhitungan atas situasi nilai tukar Rupiah saat ini. Mengingat, biaya importasi nantinya akan dibebankan ke APBN.
Bulog juga terus melakukan stress test sembari melihat pergerakan Rupiah terhadap dolar AS.
Bayu menyebut, dengan kerja sama yang intens dengan Kemenkeu dan perbankan, kegiatan Perum Bulog untuk memperkuat stok dalam negeri masih dapat terjaga.
Kendati ada perubahan kurs, Bayu memastikan bahwa pihaknya masih cukup likuid untuk membiayai kegiatan importasi. “Kami masih bisa menjaga kredibilitas Bulog terutama terhadap para supplier bahwa meski ada perubahan kurs, Bulog masih cukup likuid untuk biayai kegiatan impor,” pungkasnya.