Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan pemerintah Indonesia mendukung aksi iklim melalui Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim atau Coalition of Finance Ministers for Climate Action (CFMCA).
Hal itu disampaikan Wamenkeu saat melakukan pertemuan 11th ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meetings (11th AFMGM) dalam sesi High Level Policy Dialogue: “Enhancing The Role of Ministries of Finance For Climate Action in Southeast Asia”
Suahasil Nazara menyampaikan fungsi dari CFMCA sebagai forum yang sangat berguna untuk meningkatkan kapasitas, pertukaran pengetahuan, dan praktik yang terbaik dalam memasukkan aksi iklim ke dalam kebijakan makroekonomi dan fiskal.
“Kami percaya bahwa Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim (CFMCA) dapat berfungsi sebagai forum yang sangat baik untuk membangun kapasitas, pertukaran pengetahuan, dan praktik terbaik tentang bagaimana memasukkan aksi iklim ke dalam kebijakan makroekonomi dan fiskal dalam peran Koalisi Menteri Keuangan,” ujarnya dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan, Kamis (4/4/2024).
Suahasil Nazara juga menyampaikan fungsi lainnya dari CFMCA, yakni sebagai forum kerja sama dalam menciptakan sebuah strategi untuk memasukkan perubahan iklim ke dalam kebijakan ekonomi dan keuangan.
“Serta untuk berkolaborasi dalam strategi untuk mengintegrasikan perubahan iklim dalam kebijakan ekonomi dan keuangan,” ujar Suahasil Nazara.
Baca Juga
Pada 2023, pemerintah Indonesia sudah menghasilkan panduan yang akan menjadi kerangka kerja mengenai langkah yang ditempuh Kemenkeu dalam memasukkan aksi iklim ke dalam strategi ekonomi, kebijakan fiskal, dan pengelolaan anggaran. Panduan yang dihasilkan tersebut berasal dari hasil kerja sama yang dilakukan dengan para pemangku kepentingan.
CFMCA telah membentuk workstream lintas yang berfokus pada alam, adaptasi, dan transisi hijau yang bertujuan untuk memfasilitasi pembicaraan, pembangunan kapasitas, serta penerapan kebijakan berkelanjutan yang berkaitan dengan aksi iklim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai pemimpin dalam CFMCA sudah berhasil menghubungkan 92 negara anggota dengan 26 mitra institusional, meliputi Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), dan lainnya.
Tujuan dari menghubungkan negara dan mitra tersebut adalah untuk membantu dalam menciptakan kebijakan untuk mendorong aksi iklim.
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat terhadap aksi iklim dengan melakukan beberapa reformasi struktural, mulai dari reformasi kelembagaan pasca Krisis Keuangan Asia 1998 sampai keputusan yang diambil pasca Krisis Keuangan Global 2009, Indonesia sudah melangkah maju dalam menguatkan di sektor keuangan dan dalam kebijakan fiskal melaksanakan aturan yang disiplin dan konsisten.
Pemerintah Indonesia memiliki keinginan untuk mengarahkan investasi ke beberapa sektor yang berkelanjutan dan teknologi hijau serta mengoptimalkan kebijakan yang mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Rencana tersebut mampu memfasilitasi transisi hijau yang meliputi penguatan penerapan kontribusi sektor ekonomi yang ditetapkan secara nasional dalam Nationally Determined Contribution (NDC), mendukung investasi di sektor energi terbarukan, dan membutuhkan dukungan dari internasional untuk menutupi kekosongan pendanaan iklim.
Menurutnya, Indonesia siap untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Secara bersamaan, kami juga memperkuat kebijakan yang ada seperti Penandaan Anggaran Iklim (CBT), mekanisme pembiayaan hijau, pasar karbon, Dana Lingkungan Indonesia, dan skema kemitraan yang beragam yang bertujuan untuk menarik investasi hijau seperti pengembangan pembiayaan transisi energi melalui skema energy transition mechanism (ETM).
"Sebagai bagian dari mekanisme transisi yang komprehensif, Indonesia akan mulai memperkenalkan pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga batubara,” ujar Suahasil Nazara.
Indonesia bersama dengan negara-negara anggota CFMCA yang lainnya bersiap dalam mengatasi risiko iklim agar perubahan menuju ekonomi yang berkelanjutan segera tercapai. Bahkan, kerja sama ini akan menyokong dalam menghadapi tantangan dari perubahan iklim sehingga terciptanya masa depan yang lebih baik lagi. (Ahmadi Yahya)