Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, pasokan gas dari hulu pada periode 2025-2026 cenderung pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Sampai akhir 2023, pemanfaatan gas untuk industri domestik telah mencapai sekitar 68,2% dari produksi nasional.
“Perlu kita sadari sampai 2 tahun ke depan 2025-2026 itu kita masih tidak mudah, masih sulit bernapas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri walaupun bisa tapi just right pas,” kata Tutuka saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Di sisi lain, kata Tutuka, alokasi harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah untuk industri dialirkan pada 265 perusahaan. Tutuka mengatakan, alokasi itu mengambil porsi 41% dari keseluruhan produksi nasional.
“Untuk dalam negeri dari total produksi gas 68% sudah masuk ke dalam negeri,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengirimkan surat B/25/M-IND/IND/I/2024 kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meminta dukungan keberlanjutan HGBT setelah tahun 2024.
Baca Juga
"Namun, periode pemanfaatan peraturan tersebut hanya sampai dengan tahun 2024. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk dapat melanjutkan kebijakan fiskal harga gas bumi tertentu bagi sektor industri," tulis Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Dia menilai kebutuhan harga gas bumi yang kompetitif dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam hal ini, kebijakan harga gas murah menjadi instrumen daya tarik investasi asing dan domestik di bidang industri dalam negeri.
"Kami memandang bahwa keberlanjutan peraturan ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap ekonomi nasional," tuturnya.
Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mengevaluasi realisasi capaian program jangka panjang atau long term plan (LTP) 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12.000 juta kaki kubik per hari gas (MMscfd).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, lembaganya bakal memundurkan target jangka panjang itu 2 tahun sampai 3 tahun dari target LTP yang ditenggat pada 2030 saat ini.
Alasannya, kata Tjip sapaan karibnya, realisasi lifting migas yang direncanakan dalam LTP yang disusun pada 2019 lalu terdampak pandemi selama hampir 3 tahunan.
“Yang intinya kira-kira mungkin mundur antara dua sampai tiga tahun karena diakibatkan pandemi yang kita hadapi,” kata Tjip saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Berdasarkan data teranyar dari SKK Migas per 6 Februari 2024, proyeksi produksi minyak sampai 2030 hanya berada di level 888.000 bopd atau lebih rendah dari target 1 juta bopd.
Adapun, proyeksi onstream pada 2024 dan 2025 masing-masing berada di level 597.000 bopd dan 599.000 bopd.
Sementara itu, proyeksi produksi gas sampai 2030 berada di level 10.399 MMscfd. Proyeksi produksi gas untuk 2024 dan 2025 masing-masing berada di level 5.544 MMscfd dan 5.799 MMscfd.