Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulog Ungkap Penyebab Pemerintah Maju Mundur Mau Ubah HPP Gabah

Bulog menyebut pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang rencana penaikan HPP gabah petani.
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Abdurachman
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Perum Bulog buka-bukaan soal rencana penaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani jelang panen raya.

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengakui bahwa opsi menaikkan HPP gabah petani bak buah simalakama.

Menaikkan HPP gabah petani jelang panen raya dianggap dapat mengoptimalkan penyerapan oleh Bulog dan menyenangkan petani. Namun, di sisi lain pemerintah masih mempertimbangkan dampak kenaikan HPP gabah terhadap inflasi di musim paceklik hingga akhir tahun.

Adapun hingga saat ini, Bulog telah melakukan pengadaan gabah petani sebanyak 74.700 ton. Menurut Bayu, mayoritas pengadaan dilakukan secara komersial alias mengikuti harga pasaran, alih-alih menggunakan HPP yang berlaku.

"Perdebatannya adalah kalau kita naikkin [HPP] sekarang, ini dampaknya terhadap harga [beras] di Agustus, September dan Oktober nanti seperti apa," ujar Bayu saat ditemui di Bulog Corporate University, Selasa (2/4/2024).

Dia menjelaskan, panen padi tahun ini diprediksi akan semakin singkat. Adapun selama ini HPP gabah dianggap sebagai acuan harga yang paling murah.

Pemerintah masih menyimpan kekhawatiran, menaikkan HPP gabah saat ini bakal mengerek harga beras jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Dia merujuk pada HPP gabah kering panen (GKP) selama ini di level Rp5.000 per kilogram telah mengerek harga beras hingga Rp16.000-Rp17.000 per kilogram di saat pasokan dalam kondisi krisis.

Namun, Bayu mengakui bahwa petani akan semakin kesulitan dengan HPP saat ini lantaran biaya produksi seperti pupuk, sewa lahan dan tenaga kerja terus melonjak.

"Jadi kalau [HPP] enggak dinaikkin petani kasihan, kalau dinaikkin nanti implikasi inflasinya kayak gimana? ini pertimbangannya enggak mudah jadi mengambil keputusannya enggak mudah," ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan perhitungan untuk penyesuaian HPP gabah petani yang baru. Hal itu seiring mulai anjloknya harga gabah petani saat memasuki musim panen.

"Kita akan siapkan untuk menghitung HPP bersama sehingga nanti apabila memang bisa kita selesaikan dalam satu minggu ini tentunya dengan melibatkan asosiasi dan stakeholders pangan, Serikat Petani Indonesia, HKTI, KTNA, dan kementerian/lembaga termasuk Kemendag," ujar Arief dalam pengamanan pasokan dan harga pangan jelang Lebaran, Senin (1/4/2024).

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso membeberkan bahwa mulai terjadinya tren penurunan harga gabah di akhir Maret 2024.

Adapun, saat ini, harga GKP di penggilingan sudah berada di level Rp5.000 - Rp6.000 per kilogram. Harga gabah pada Maret lebih rendah dibandingkan harga rata-rata gabah pada periode Februari 2024 yang di atas Rp7.000 per kilogram.

"Ini sudah sangat turun [harga gabah] kita tahu di beberapa provinsi sudah panen besar," ujar Sutarto.

Sutarto yang juga merupakan mantan direktur utama Perum Bulog ini pun mengusulkan agar pemerintah segera melakukan penyesuaian HPP gabah di saat panen raya ini. Menurutnya, penyesuaian HPP gabah dapat mencegah harga di petani anjlok hingga mengoptimalkan penyerapan gabah oleh Bulog di periode panen raya.

"Pemerintah perlu segera menetapkan HPP [gabah], berapa yang dikehendaki, supaya tidak langsung terjun terus," ucapnya.

Menyitir Panel Harga Bapanas, rata-rata harga GKP di tingkat petani secara nasional per 1 April 2024 di level Rp6.130 per kilogram. Harga tersebut telah turun 13,17% (month-to-month) dibandingkan harga rata-rata gabah pada 1 Maret 2024 sebesar Rp7.060 per kilogram.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper