Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka suara terkait dugaan permintaan upeti kepada pengusaha tambang yang izin usaha pertambangan (IUP) dicabut.
Bahlil memberikan penjelasan soal isu dugaan penyalahgunaan IUP tambang di hadapan Komisi VI DPR RI setelah dua kali batal menghadiri rapat bersama.
“Konon cerita 33 IUP nikel yang diaktifkan ini adalah memberikan upeti, katanya, tapi saya nggak yakin, kepada orang-orang saya, dalam hal ini satgas, biar saja diproses, kami akan memanggil 33 orang,” ungkapnya di Senayan, Senin (1/4/2024).
Bahlil melaporkan bahwa dugaan penyalahgunaan wewenang terkait pencabutan IUP yang menyeret namanya tersebut telah disampaikan kepada Dewan Pers.
Dia mengungkapkan Dewan Pers pun sudah memberikan keputusan agar media yang membuat pemberitaan soal dugaan tersebut meminta maaf dan melakukan hak klarifikasi proporsional.
“Dia sudah minta maaf. Namun, agar tidak ada dusta di antara kita, saya melaporkan ini ke Bareskrim, dalam padangan saya ini harus diungkap, supaya jangan main-main,” lanjutnya.
Baca Juga
Hal tersebut dirinya lakukan untuk mengungkap kebenaran data yang disampaikan salah satu media nasional. Terlebih, nama Bahlil menjadi perbincangan hangat karena adanya isu tersebut.
“Proses sekarang hukumnya berjalan, karena ini menyangkut nama baik saya dan institusi yang saya pimpin, saya harus buka ini secara fair agar tidak ada persepsi yang diluar dugaan yang aneh-aneh,” tegasnya.
Sebelumnya, melalui Satuan Tugas (Satgas) Penataan Penggunaan Lahan, memiliki wewenang untuk mencabut IUP.
Satgas yang terdiri dari Kementerian Kehutanan, ESDM, Pertanahan, Investasi, dan Pertanian mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) adanya 2.078 IUP untuk dicabut. Dalam prosesenya, terdapat 33 IUP Nikel yang dipulihkan.
Dalam proses pemulihan IUP nikel itu lah terdapat dugaan campur tangan Bahlil dengan memberikan tarif tinggi. Gaduhnya isu ini pun membuat Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bahlil yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali IUP.
Dalam mencabut dan memberikan kembali IUP, dikabarkan Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan. Terkait info tersebut Mulyanto minta KPK segera memeriksa Bahlil.
"Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," terang Mulyanto.