Bisnis.com, JAKARTA — Internasional Monetary Fund (IMF) menyetujui penambahan program pinjaman sebesar US$5 miliar untuk Mesir, yang merupakan bagian dari gelombang bantuan global yang dijanjikan untuk meningkatkan perekonomian yang terpuruk dan semakin mendapat tekanan akibat perang di Gaza.
Persetujuan dewan eksekutif itu menggenapi pengaturan extended fund facility dari US$3 miliar yang semula disetujui pada Desember 2022 menjadi US$8 miliar. Hal ini akan memungkinkan pencairan segera sekitar US$820 juta.
Dikutip dari Bloomberg, Sabtu (30/3/2024), perjanjian baru dengan IMF di Mesir diumumkan pada 6 Maret 2024 setelah pihak berwenang memberlakukan flotasi mata uang yang telah lama ditunggu-tunggu dan membiarkan poundsterling kehilangan sekitar 40% nilainya terhadap dolar.
Pendanaan dari kesepakatan senilai US$35 miliar dengan Uni Emirat Arab, yang merupakan investasi masuk terbesar dalam sejarah Mesir, membuka jalan bagi langkah tersebut.
"Mesir menghadapi tantangan makroekonomi yang signifikan dan menjadi lebih kompleks untuk dikelola mengingat dampak konflik baru-baru ini di Gaza dan Israel," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam pernyataannya.
Langkah-langkah yang baru-baru ini dilakukan untuk memperbaiki ketidakseimbangan makroekonomi, termasuk penyatuan nilai tukar, penyelesaian simpanan permintaan valuta asing, dan pengetatan kebijakan moneter dan fiskal yang signifikan, merupakan hal yang sulit. Namun, lanjutnya, hal itu merupakan langkah yang penting dan harus dilanjutkan ke depan.
Adapun, kesepakatan ini merupakan bagian dari investasi, pinjaman, dan hibah senilai lebih dari US$50 miliar yang dijanjikan untuk menopang perekonomian negara Timur Tengah dengan peran penting dalam mengelola pergolakan di kawasan itu.
Baca Juga
Negara berpenduduk lebih dari 105 juta orang itu juga dilanda konflik di tempat lain dalam beberapa tahun terakhir. Invasi Rusia ke Ukraina menaikkan harga impor gandum dan minyak sehingga menguras cadangan dolar, sementara dampak perang Israel-Hamas telah melemahkan pariwisata dan memangkas biaya Terusan Suez, yang keduanya merupakan sumber mata uang utama.
Mesir, yang merupakan negara peminjam terbesar kedua IMF setelah Argentina, memperkirakan mendapat akses terhadap pendanaan tambahan sekitar US$1,2 miliar dari pemberi pinjaman tersebut. Menyusul devaluasi dan janji, investor yang tertarik dengan imbal hasil tinggi dan mata uang yang lebih murah telah berinvestasi dalam obligasi lokal Mesir dengan kecepatan tinggi.