Bisnis.com, JAKARTA- Jelang Hari Raya Idulfitri yang dibarengi pemberian Tunjangan Hari Raya atau THR justru memicu terjadinya Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) secara massal pada industri tekstil. Serikat Pekerja pun menilai ini merupakan modus tahunan dari para pelaku usaha.
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara atau KSPN mencatat jelang Ramadan dan Lebaran, telah terjadi PHK massal yang mendera para buruh industri tekstil. Sedikitnya, PHK massal menimpa buruh PT Sai Apparel Industries di Semarang.
Di sana, sebanyak 8.000-an pekerja mengalami PHK jelang Hari Raya Idulfitri. Selain itu, terdapat juga PT Sinar Panca Jaya melakukan PHK 400-an pekerja.
"PT Pulau Mas proses negosiasi PHK untuk 100-an pekerja di Kabupaten Karanganyar infonya ada tapi belum update detail," tutur Presiden KSPN Ristadi kepada Bisnis, Senin (25/3/2024.
Dia menilai keputusan PHK jelang pencairan THR sudah merupakan kebiasaan, menjadi modus pengusaha tekstil. Misalnya, pada 2023 lalu, juga terjadi modus serupa.
"Modus manajemen pengusaha memberhentikan atau PHK sebelum masuk waktu timbul hak THR, sebulan sebelum hari raya, itu sudah berlangsung sejak lama," kata Ristadi.
Baca Juga
Dia mengungkapkan, modus PHK ini umumnya terjadi pada pekerja kontrak atau PKWT yang telah diatur sejak awal masa kontrak sehingga habis masanya sebelum waktu pembayaran THR.
Sebaliknya, setelah momen Lebaran, jelas Ristadi, tren penerimaan pegawai baru justru meningkat. Pabrik tekstil biasanya membuka banyak lowongan pekerjaan, dan bahkan memanggil para pegawai yang sebelumnya terkena PHK.
Di sisi lain, pengusaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menepis kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) jelang Lebaran demi menghindari pembayaran tunjangan hari raya (THR).
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, perumahan karyawan dan PHK massal terjadi lantaran utilisasi produksi yang masih rendah sehingga kebutuhan tenaga kerja minim. "Kalau THR itu tergantung kondisi masing-masing perusahaan. Kami serahkan ke masing-masing, kalau ada [cicil THR] pun bisa di lakukan bipartit," kata Jemmy saat dihubungi, Senin (25/3/2024).
Jemmy tak menutup kemungkinan adanya opsi perundingan antara serikat pekerja dengan pengusaha untuk kesepakatan terkait pembayaran THR. Hal ini mengingat kondisi setiap perusahaan tekstil yang berbeda.
Dari sisi pemerintah, Kementerian Ketenagekerjaan (Kemnaker) turut mengawasi pencairan THR bagi para buruh. Kemnaker juga mewanti-wanti pelaku usaha dengan ancaman sanksi tegas bagi perusahaan yang menghindari pembayaran THR untuk buruh. Dalam hal ini, perusahaan akan dikenakan sanksi sesuai amanat Peaturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan.